JAGALAH UKHUWAH, JANGAN MUDAH BERPRASANGKA BURUK

JAGALAH UKHUWAH, JANGAN MUDAH BERPRASANGKA BURUK

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

            Ini mungkin cerita fiktif. Tetapi, barangkali ada pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini. Seorang kyai di Solo pernah berkisah. Konon, ribuan tahun lalu, ada seorang istri di daratan Tiongkok ditinggal mati suaminya.

Setelah jenazahnya dikubur, turunlah hujan rintik-rintik. Para pelayat meninggalkan kuburan. Anehnya, sang istri tetap menunggui kuburan suaminya. Bahkan, tampak ia mengipasi kuburan suaminya, seorang diri.

Sejumlah orang berdecak kagum dengan kelakuan sang istri. Mereka berpikir betapa setianya istri itu. Suaminya sudah meninggal pun tetap ditunggui dan dikipas-kipas tanah kuburannya.

Tapi, sang kyai melanjutkan ceritanya. Orang banyak itu tidak tahu, bahwa sebelum meninggal, sang suami berpesan kepada istrinya: ”Setelah aku mati, kamu boleh kawin lagi, asalkan tanah kuburanku sudah kering.”

            Informasi terakhir itulah yang tidak diketahui oleh orang lain, selain sang istri. Mungkin akan berbeda persepsi orang banyak itu, jika sang istri mengumumkan, bahwa ia melakukan tindakan mengipas-ngipas kuburan suaminya, agar kuburan suaminya cepat kering dan ia bisa segera menikah. Dengan itu, ia menyatakan membuka diri untuk dikawini oleh lelaki lainnya.

                                                                        *****

            Di era dominasi media sosial saat ini, kita benar-benar perlu ekstra-hati-hati dalam menerima, memahami, dan menyebarkan informasi. Dalam kasus perbedaan penetapan Hari Raya Idul Idha 1443 Hijriah kali ini, misalnya, begitu banyak beredar informasi yang memojokkan salah satu pendapat.

Padahal, perbedaan itu terjadi karena perbedaan dalam metode penentuannya. Di kalangan para ulama pun ada perbedaan masalah ini. Di Indonesia perbedaan itu terjadi juga karena perbedaan metode penentuannya. Karena itu, keputusan Muhammadiyah berbeda dengan NU, Persis, Wahdah Islamiyah, dan sebagainya. Keputusan Ormas-ormas Islam itu bukan berdasarkan paksaan pemerintah, tetapi karena memang ada perbedaan dalam metode penentuannya, yang merupakan masalah ijtihadiyah.

            Jika kurang melakukan tabayyun, akhirnya bisa memiliki persepsi dan prasangka buruk terhadap sesama muslim. Bahkan, ada yang menuliskan opininya di media sosial. Bahwa, yang puasa Arafah di hari tertentu haram, karena tidak ikut keputusan ini dan itu. Sayang sekali, jika menginginkan persatuan umat Islam sedunia, tetapi akhirnya justru tidak bisa harmonis dengan sesama muslim di Indonesia.

Padahal, jika perbedaan itu dipahami akar masalahnya, insyaAllah, bisa muncul sikap saling memahami. Ukhuwah tidak rusak, meskipun ada perbedaan. Dalam suasana hati yang lapang, ke depan, bisa disusun agenda untuk bisa menyepakati satu metode bersama yang menyatukan umat Islam dalam melaksanakan shalat Id. Minimal dalam satu negara, seperti di Indonesia, menyusul kawasan Asia Tenggara. Inilah tugas para ulama dan pemimpin muslim dalam terus menjaga ukhuwah.

lanjut baca,

 

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/jagalah-ukhuwah,-jangan-mudah-berprasangka-buruk

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait