TENTANG GAJI PROFESIONAL MUJAHID, JANGAN TERJEBAK PAHAM SEKULAR

TENTANG GAJI PROFESIONAL MUJAHID,  JANGAN TERJEBAK PAHAM SEKULAR

 

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

            Bagi seorang muslim yang yakin dengan kehidupan akhirat, maka urusan dunia akan dipandang urusan kecil. Nikmat dunia dipahami sebagai ujian. Jabatan tinggi dan harta berlimpah akan menjadi beban di akhirat. Ia akan sangat berhati-hati dalam menerima dan menjalankan amanah itu.

            Itu berbeda dengan seorang berpaham sekular yang orientasi hidupnya hanya berhenti di dunia ini saja. Ia akan memandang jabatan dan harta sebagai tujuan hidup utamanya. Bahkan, jika syahwat dunia sudah mencengkeramnya, hidupnya hanya akan mengejar syahwat ke mana saja dan dengan cara apa saja. (Lihat: QS al-Jatsiyah: 23 dan QS Muhammad: 12).
            Ada kisah menarik yang ditulis oleh Dr. Usep Muhammad Ishaq dalam pengantar terjemahnya untuk kitab “Tahdzib al-Akhlaq” karya Ibn al-Haitsam (Judul Indonesia: “Pendidikan Akhlak” (Bandung: Ellunar, 2020).

Nama lengkapnya, Abū ‘Alī al- Ḥasan ibn al-Ḥasan Ibn Ibn al-Haitsam.  Ia adalah saintis dan matematikawan besar. Ia lahir tahun 354 H/965 M di Kota Basrah, Irak.

Ibn al-Haitsam menulis sekitar 182 buku dalam berbagai bidang. Sebagian besar karyanya adalah dalam bidang matematika (41%), astronomi (21%), metafisika termasuk yang berkaitan dengan pokok- pokok agama (18%),  logika dan ilmu alam (15%). Karyanya yang lain berkaitan dengan pengobatan, sastra, politik, dan akhlak. Bisa dikatakan, Ibn al-Haitsam adalah ilmuwan ensiklopedik – yang menguasai berbagai bidang keilmuan.

Tetapi, hebatnya, Ibn al-Haitsam juga memiliki sifat zuhud dan senang kepada kebaikan serta sifat lain yang amat sesuai dengan apa yang ia tulis dalam kitabnya, Tahdzib al-Akhlāq. Jadi, Ibn al-Haitsam bukan hanya menulis kitab tentang pendidikan akhlak, tetapi juga mengamalkan apa yang ditulisnya.

            Ibn Haitsam menjalani model pendidikan ideal, yang menekankan adab atau akhlak mulia dan kecintaan terhadap ilmu. Masa muda Ibn al-Haitsam dijalani dengan mendalami ilmu-ilmu pokok agama seperti al- Qur’an dan al-Ḥadits yang memberinya kerangka dasar keilmuan.

Ketika berpindah ke Baghdad, ia berkesempatan banyak membaca terjemahan karya-karya matematika dan sains Yunani, seperti karya-karya Galen, Hippocrates, dan Dioscorides dalam masalah kedokteran, juga karya Plato dan Aristoteles. Lalu, ia berangkat menuju Syam (Syria). Di sinilah Ibn al-Haitsam menulis kitab Tahdzib al-Akhlaaq.

Oleh Gubernur, ia ditugasi untuk meringkas 30 volume buku karya ilmuwan Yunani, Galen,  tentang kedokteran. Gubernur menjanjikan imbalan 100 dinar setiap bulan. Uniknya, Ibn al-Haitsam menolak dengan halus. Ia hanya mau menerima empat dinar dari Gubernur.

Kata Ibn Haitsam: “Cukup bagiku empat dinar ini. Ini sudah mencukupi untuk makanan sehari-hari dalam sebulan untuk aku, pelayanku, pembantuku dan hewan tungganganku. Jangan lebihkan dari itu wahai Gubernur. Sesungguhnya jumlah yang engkau berikan lebih dari keperluanku sehari-hari. Jika aku terlalu engkau beri lebih,  maka aku akan menjadi penjaga hartamu. Tetapi, jika engkau menguranginya maka aku akan bertanggung jawab atas kesia-siaan hartamu.”

Sikap ilmuwan besar ini menunjukkan bahwa apa yang ditulisnya tentang sikap zuhud, telah terlebih dahulu ia amalkan.  Ketika ditawari posisi tinggi di pemerintahan Syam,  ia juga menolaknya dengan halus dan tegas: “Wahai Amir, karena kesibukan dalam pekerjaan seperti inilah aku lari dari Basrah, Allāh tidak menciptakanku untuk tujuan seperti ini. Wahai Amir apakah engkau meminta matahari disinari oleh cahaya dari lilin?! Allāh telah menciptakan bagiku matahari wahai Amir, maka bagaimana mungkin engkau menginginkanku menjadi lilin?”

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/tentang-gaji-profesional-mujahid,--jangan-terjebak-paham-sekular

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait