JIKA ILMU RUSAK, MAKA AKAN RUSAK PULA MASYARAKAT, SIAPA PUN PRESIDENNYA

JIKA ILMU RUSAK, MAKA AKAN RUSAK PULA MASYARAKAT,  SIAPA PUN PRESIDENNYA

 

Artikel ke-1.817

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

            Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas sudah mengingatkan, bahwa:         “I venture to maintain that the greatest challenge that has surreptitiously arisen in our age is the challenge of knowledge, indeed, not as against ignorance; but knowledge as conceived and disseminated throughout the world by Western civilization.”

            Jadi, menurut Prof. Al-Attas, tantangan TERBESAR yang secara halus menyeruak di zaman kita ini adalah tantangan ilmu. Tantangan dan bahaya besar itu bukanlah berupa kebodohan, tetapi ilmu yang salah yang dipahami dan disebarkan oleh peradaban Barat. 

            Peradaban Barat, menurut Prof. Al-Attas, adalah peradaban yang paling merusak dalam sejarah manusia. Peradaban ini mengusung konsep ilmu sekular, yang menolak wahyu sebagai sumber ilmu. Bahkan, dalam peradaban Barat modern, Tuhan dimanusiakan, dan manusia diposisikan sebagai Tuhan. (Man is deified and Deity humanised). Manusia ditempatkan sebagai satu-satunya yang berhak mengatur dunia. Tuhan – maksudnya nilai-nilai agama -- dipandang tidak boleh lagi mencampuri urusan kehidupan manusia. (Lihat, Jennifer  M. Webb (ed.), Powerful Ideas: Perspectives on the Good Society,  (Victoria, The Cranlana Program, 2002).

            Muhammad Asad (Leopold Weiss) –tokoh Yahudi yang masuk Islam -- mencatat, bahwa Peradaban Barat modern adalah peradaban yang materialistis dan anti-agama. Peradaban Barat tidak mengenal pertimbangan akhirat.  Kata Mohammad Asad: ”But modern western civilization does not  recognize the necessity of man’s submission to anything save economic, social, or national requirements. Its real deity is not of a spiritual kind: it is comfort. And its real living philosophy is expressed in a will for power for power’s sake.”

               Peradaban Barat modern, kata Asad, adalah peradaban yang tidak memberikan ruang untuk Tuhan dalam sistem berpikirnya. “Such an attitude is irreligious in its very essence,”  tulis Asad. (Dikutip dari buku Safwat M. Halilovic, Islam and the West: From Asad’s Point of View, (Cairo: Dar Al-Salam, 2005).

            Kini, lihatlah ilmu-ilmu yang disebarkan kepada anak-anak kita di lembaga-lembaga pendidikan kita. Ilmu tentang asal-usul manusia, ilmu tentang kebutuhan manusia, ilmu tentang pembangunan dan kemajuan bangsa, semuanya masih mengikuti konsep keilmuan sekular yang menolak al-Quran sebagai sumber ilmu.

Ilmu-ilmu itu dipaksakan kepada anak-anak muslim, sehingga tujuan pendidikan yang utama – meraih derajat mulia dan hidup bahagia --  tidak tercapai.  Pendidikan secara umum tidak melahirkan manusia-manusia yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia. Jika ini terjadi, maka budaya dan perilaku yang dominan di tengah masyarakat, adalah budaya keserakahan, egoisme, cinta harta dan jabatan yang berlebihan, dan penindasan antar sesama manusia.

Tak hanya itu! Ilmu yang salah akan menyebabkan hilangnya jiwa kasih sayang. Kekerasan akan muncul dimana-mana. Bahkan, banyak orang tak segan-segan untuk saling menghina, saling mencaci, saling melecehkan satu sama lain. Akibatnya, hilang pula kebahagiaan pada diri seorang insan.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/jika-ilmu-rusak,-maka-akan-rusak-pula-masyarakat,--siapa-pun-presidennya

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait