JIKA PERGURUAN TINGGI SUDAH MATI, SOLUSINYA YA DIHIDUPKAN LAGI

JIKA PERGURUAN TINGGI SUDAH MATI,  SOLUSINYA YA DIHIDUPKAN LAGI

 

Artikel Terbaru ke-2.151

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

 

Dalam beberapa bulan terakhir, saya banyak berdialog intensif dengan para santri dan pelajar SMA tingkat akhir, juga dengan para orang tua mereka. Para pelajar itu akan lulus SMA dan hampir semuanya mau melanjutkan kuliah di Perguruan Tinggi. Nah, disitulah masalahnya. Kampus mana yang sepatutnya dijadikan sebagai tujuan kuliah!

Bagaimana sebenarnya kondisi perguruan tinggi, apakah sakit atau mati? Jika sakit, maka diobati agar sembuh.  Jika ada kerusakan maka diperbaiki. Tapi, jika kondisinya sudah mati, maka solusinya adalah dihidupkan.

Untuk menjawabnya, silakan rujuk kembali buku yang sangat populer dan sudah diterjemahkan pula ke bahasa Indonesia, yaitu buku “Dark Academia: How Universities Die” karya Prof. Peter Fleming.

Menurut Fleming: “Kondisi perguruan tinggi modern sebenarnya sudah sakit parah! Dalam kurun waktu 35 tahun terakhir, misi dasar perguruan tinggi di berbagai dunia telah dirusak. Perguruan Tinggi telah bermetamorfosis menjadi perusahaan bisnis yang terobsesi dengan pemasukan, pertumbuhan, dan hasil…”

Itu pandangan Peter Flemming!  Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas sudah berpuluh tahun lalu menyatakan bahwa universitas modern adalah simbol manusia dalam kondisi yang zalim. “The modern university is the epitome of man in a condition of zulm,” kata Prof. al-Attas. Lebih jauh dikatakan: “But the university as it later was developed in the West and emulated today all over the world no longer reflects man. Like a man with no personality…”

Jadi, menurut Prof. al-Attas, sebuah universitas harusnya menjadi simbol seorang manusia dalam kondisi ideal, yakni dalam kondisi yang adil. Universitas modern adalah laksana manusia tanpa kepribadian.

Lebih menarik jika kita kaitkan dengan rusaknya perguruan tinggi di masa Imam al-Ghazali. Ketika itu al-Ghazali menulis kitab monumental: Ihya’ Ulumiddin. Artinya: menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama. Di zaman itu, banyak sekali orang belajar ilmu-ilmu agama, tetapi niat dan tujuan mereka salah. Maka lahirlah ulama-ulama atau ilmuwan-ilmuwan yang rusak ilmu dan akhlaknya, sehingga berdampak pada rusaknya umara dan masyarakat secara luas.

Dalam Muqaddimah Kitab Ihya’ Ulumiddin, Imam al-Ghazali menyebutkan munculnya ulama-ulama yang telah rusak ilmu dan akhlaknya. “Kebanyakan mereka telah dikuasai oleh setan dan terbujuk oleh orang-orang yang melampaui batas. Setiap orang yang mendapat bagian dunianya, dia akan memujinya. Lalu dia melihat yang baik menjadi buruk, yang buruk menjadi baik. Sehingga ilmu agama menjadi terhapus…”

Seharusnya, tujuan mencari ilmu di Perguruan Tinggi adalah untuk melahirkan manusia-manusia yang baik dan berguna bagi masyarakat. Perguruan Tinggi jangan sampai melahirkan manusia-manusia yang jahat  yang justru merusak masyarakat.

Para lulusan perguruan tinggi merusak masyarakat, bisa jadi karena ilmu yang dia pelajari memang salah. Atau,  akhlaknya yang rusak, sehingga melakukan tindakan yang merugikan masyarakat. Jika sudah seperti itu kondisinya, maka berarti suatu perguruan tinggi memang sudah mati.

Lanjut baca, 

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/jika-perguruan-tinggi-sudah-mati,--solusinya-ya-dihidupkan-lagi

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait