LINDUNGILAH ANAK-ANAK MUSLIM DARI PENDIDIKAN PAHAM KEMANUSIAAN SEKULER

LINDUNGILAH ANAK-ANAK MUSLIM  DARI PENDIDIKAN PAHAM KEMANUSIAAN SEKULER

 

 

Artikel ke-1.826

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

 

            Anak-anak muslim – menurut pasal 29 UUD 1945 – memiliki hak untuk memeluk agama (Islam) dan beribadah menurut ajaran agamanaya. Salah satu ibadah penting dalam Islam adalah mencari ilmu (thalabul ilmi). Maka, sepatutnya, anak-anak muslim itu dilindungi dari ajaran-ajaran tentang paham kemanusiaan yang bertentangan dengan ajaran Islam.

            Dalam pidatonya di Majelis Konstituante tahun 1957, Mohammad Natsir menjelaskan hakekat perbedaan konsep ‘humanity’ (kemanusiaan) Islam dan kemanusiaan yang sekuler:  “Sekulerisme, la-diiniyah, tanpa agama, Saudara ketua, tidak bisa memberi keputusan jika ada pertentangan pikiran berkenaan dengan konsepsi masyarakat, hidup sempurna dan sebagainya. Pertentangan tentang konsep kemanusiaan ini tidak mungkin diselesaikan dengan paham sekulerisme yang pada hakekatnya merelatifkan semua pandangan-pandangan hidup. Paham agama adalah sebaliknya. Ia memberikan dasar yang terlepas dari relativisme. Inilah sebabnya mengapa konsepsi “humanity” yang berdasarkan agama, lebih logis, lebih meliputi, dan lebih memuaskan. Paham agama memberikan dasar yang tetap, yang tidak berubah. Segala yang bergerak dan berubah harus mempunyai dasar yang tetap, harus mempunyai apa yang dinamakan point of reference, titik tempat memulangkan segala sesuatu. Jika tidak ada dasar yang tetap, maka niscaya krisis dan bencana akan timbul…”

            Dalam pidatonya itu, Mohammad Natsir memberikan telaah dan mendasar dan kritis terhadap paham sekulerisme dalam hal kemanusiaan (humanity).        Inilah sebabnya mengapa konsepsi “humanity” yang berdasarkan agama, lebih logis, lebih meliputi, dan lebih memuaskan. Paham agama memberikan dasar yang tetap, yang tidak berubah,” tegas Mohammad Natsir.

            Para tokoh perumus Pembukaan UUD 1945 pun sudah menyepakati konsep kemanusiaan di Indonesia bukan sembarang kemanusiaan, tetapi “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Pada 1 Juni, Bung Karno berpidato tentang lima dasar negara yang kemudian dinamakan Pancasila. Ketika itu, Bung Karno hanya menyebut salah satu silanya sebagai “kemanusiaan”. Tagll 29 Mei 1945, Mohammad Yaminjuga berpidato dan mengajukan sila “peri-kemanusiaan”.

            Bung Karno kemudian membentuk Panitia Sembilan yang kemudian melahirkan Piagam Jakarta. Dalam naskah inilah sila kemanusiaan dilengkapi menjadi “kemanusiaan yang adil dan beradab.” Patut dicatat, bahwa Panitia Sembilan adalah insisiatif Bung Karno yang menginginkan rumusan dasar negara dapat disepakati – terutama – oleh dua golongan utama, yaitu golongan Islam dan golongan kebangsaan.

            Merujuk kepada konsep kemanusiaan dalam sila kedua, maka kemanusiaan yang diterapkan di Indonesia harus berdasar kepada ajaran agama. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menegaskan bahwa Piagam Jakarta itu menjiwai dan merupakan satu kesatuan dengan UUD 1945. Begitu juga dengan rujukan penjelasan Bung Hatta tentang kedudukan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dalam Pancasila.

Lanjut baca,

LINDUNGILAH ANAK-ANAK MUSLIM DARI PENDIDIKAN PAHAM KEMANUSIAAN SEKULER (adianhusaini.id)

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait