Artikel Terbaru ke-2.064
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada 10 Maret 2021, Kompas.com menyiarkan berita berjudul: “Pengadilan Malaysia Izinkan Umat Kristen untuk Gunakan Kata Allah.” Ditulis, bahwa umat Kristen di Malaysia diperbolehkan menggunakan kata Allah, berdasarkan keputusan pengadilan.
Di Malaysia, penggunaan kata Allah oleh orang Kristen, sudah menjadi sorotan selama bertahun-tahun. Warga Kristiani di sana mengeluhkan upaya mereka untuk menggunakannya dihalangi, sementara Muslim menuding umat Kristen kelewat batas. Kasus itu terjadi 13 tahun silam, ketika petugas menyita materi religius berbahasa Melayu di Bandara Kuala Lumpur.
Dilansir AFP Rabu (10/3/2021), orang yang membawa materi itu adalah perempuan bernama Jill Ireland Lawrence Bill, anggota kelompok adat. Jill kemudian menggugat aturan 1986, yang melarang adanya penggunaan kata Allah di dalam publikasi. Sempat tertunda beberapa kali, sidang di Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur memutuskan memenangkan Jill.
Dalam putusannya, pengadilan menyebut Jill berhak tidak mendapatkan diskriminasi atas agama yang dianutnya. Selain itu, pengadilan tinggi juga mengakui larangan menggunakan kata Allah adalah tindakan yang tak sesuai hukum maupun konstitusi. Berdasarkan pengacara Jill, Annou Xavier, konstitusi "Negeri Jiran" menjamin kebebasan memeluk agama. Umat Kristen di Malaysia menegaskan, mereka sudah menggunakan kalimat tersebut selama beradab-abad.
Itulah yang terjadi di Malaysia. Di Indonesia, gugatan penggunaan kata Allah oleh pemeluk agama Kristen, justru datang dari kalangan orang Kristen sendiri. Menurut I.J. Satyabudi, dalam bukunya, Kontroversi Nama Allah (Jakarta: Wacana Press, 2004:1), pelarangan penggunaan kata ’Allah’ oleh non-Muslim di Malaysia sudah bermula pada awal 1980-an.
Satyabudi menulis: ”Di satu sisi, umat Muslim Malaysia bertindak benar dengan melarang umat Kristen menyebut ”Allahku, Allahmu” karena dalam keyakinan iman umat Muslim, nama Allah itu memang adalah sebuah Nama Diri. Tetapi pada sisi yang lain, umat Muslim di Malaysia juga sebaiknya memahami iman Kristen, karena iman Kristen meyakini bahwa nama Allah adalah bukan Nama Diri dari Pribadi Dia Yang Mahatinggi tetapi hanyalah sebuah ”Nama Sebutan Gelar saja”. (hal. 3)
Di Indonesia, gugatan terhadap penggunaan kata ’Allah’ oleh kaum Kristen, justru datang dari kalangan Kristen sendiri. Kelompok Bet Yesua Hamasiah (BYH) menerbitkan Bibel sendiri dengan nama ”Kitab Suci Torat dan Injil”. Belakangan, terbit juga Bibel tanpa kata Allah, bernama ”Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru – Indonesian Literal Translation (ILT), terbitan Yayasan Lentera Bangsa, Jakarta, 2008).
Bibel versi BYH mengganti kata "Allah" menjadi "Eloim", kata "TUHAN" diganti menjadi "YAHWE"; kata "Yesus" diganti dengan "Yesua", dan "Yesus Kristus" diubah menjadi "Yesua Hamasiah". Berikutnya, muncul lagi kelompok Kristen yang menamakan dirinya "Jaringan Gereja-gereja Pengagung Nama Yahweh" yang menerbitkan Bibel sendiri dengan nama "Kitab Suci Umat Perjanjian Tuhan ini". Kelompok ini pun menegaskan, "Akhirnya nama "Allah" tidak dapat dipertahankan lagi."
Lanjut baca,