Artikel Terbaru ke-2.190
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Dalam bukunya “Paradoks Indonesia dan Solusinya” (Jakarta: PT Media Pandu Bangsa, 2022, cetakan kedua), Presiden Prabowo Subianto menyatakan: “Yang ingin saya lakukan adalah mendorong perubahan besar cara kita bernegara. Saya ingin menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia. Saya ingin membangun sistem ekonomi dan sistem politik yang bersih, yang membela rakyat dan yang membangun bangsa ini.”
Kita sangat menyambut baik gagasan besar dan mulia dari Presiden Prabowo itu. “Tidak boleh lagi ada rakyat Indonesia yang lapar,” begitu janji Prabowo.
Tetapi, pada saat yang sama, kita tentu maklum, bahwa tidaklah mudah untuk mewujudkan cita-cita mulia tersebut. Target tercapainya Indonesia Emas tahun 2045 masih ada waktu 20 tahun lagi.
Menanggulangi penyakit jiwa bangsa ini harus menjadi program utama Prabowo Subianto, sebagaimana diamanahkan oleh Lagu Indonesia Raya: Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya! Setelah itu, bangunlah bandaranya, bangunlah jalan tolnya, bangunlah bendungannya, dan seterusnya.
Jangan sampai pembangunan ekonomi meraih sukses tetapi menumbuhkan penyakit cinta-dunia. Padahal, orang yang mencintai dunia, kata Imam al-Ghazali, sebenarnya orang yang sangat bodoh. ”Ketahuilah bahwa orang yang telah merasa nyaman dengan dunia sedangkan dia paham benar bahwa ia akan meninggalkannya, maka dia termasuk kategori orang yang paling bodoh,” kata al-Ghazali dalam kitabnya al-Arbain fi-Ushuluddin.
Meskipun dilarang mencintai dunia, tetapi umat Islam diperintahkan oleh Rasulullah saw untuk mejadi umat terbaik, umat yang kuat, dan menjadi pemimpin bagi umat manusia. Karena itulah, jika ingin Indonesia benar-benar kuat dan tidak dipermainkan oleh negara lainnya,
Prabowo diharapkan benar-benar melakukan program pembangunan jiwa bangsa melalui pendidikan yang konstitusional. Yakni, pendidikan yang benar-benar membentuk manusia beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia, sebagaimana diamanahkan UUD 1945 pasal 31 (3). Pendidikan karakter bangsa tak boleh hanya dijadikan slogan.
Pendidikan ideal seperti itulah yang insyaAllah akan banyak melahirkan manusia-manusia pejuang yang hebat. (Lihat: QS Luqman: 17). Manusia yang terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Tentu saja manfaat yang paling utama adalah manfaat ilmu yang bisa mengenalkan manusia pada Tuhannya dan mendorongnya untuk tunduk dan patuh pada-Nya. Juga, umat terbaik (khairu ummah) adalah umat yang aktif melakukan amar makruf nahi munkar!
Pendidikan yang melahirkan manusia-manusia mulia seperti itulah yang patut disebut sebagai pendidikan terbaik, atau pendidikan Indonesia Emas. Model pendidikan seperti itu bukan “pendidikan kaleng-kaleng”, tetapi benar-benar “pendidikan emas murni”. Yakni, pendidikan yang akan mengantar warga masyarakat kepada hidup bahagia dunia-akhirat. Bukan hanya bahagia di dunia.
Pendidikan yang hanya menjadikan manusia mampu “survive” hidupnya, sebenarnya adalah “pendidikan kaleng-kaleng”. Saat ini pun dampak pendidikan sekular sudah jelas dampak buruknya. Dalam istilah Prof. Salin Said (alm): “Indonesia tidak maju karena di sini, Tuhan pun tidak ditakuti.”
Lanjut baca,