Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada 18 November 2020, organisasi Islam Muhammadiyah akan memasuki usia ke-108 tahun. Tulisan ini sekedar mengenal sekilas beberapa hal tentang Muhammadiyah. KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada 8 Dzulhijjah1330 H atau 18 November 1912 M.
Diantara dasar penetapan KH Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Nasional (Keppres no. 657/1961) adalah: “KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.”
Menurut Dr. Alwi Shihab, dalam bukunya Membendung Arus, Muhammadiyah didirikan sebagai respon terhadap (1) praktik keagamaan yang dinilai menyimpang dari ajaran Islam, (2) gerakan Kristenisasi dan (3) gerakan Free Mason. (Lihat, Alwi Shihab, Membendung Arus: Repons Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, (1998).
Jadi, sejak awal, Muhammadiyah bukan hanya peduli pada soal takhayul, bid’ah dan khurafat, tetapi juga sadar akan tantangan Kristenisasi dan liberalisasi yang diusung oleh Freemason. Kelompok terakhir ini terkenal dengan jargonnya: liberty, egality, dan fraternity. Freemason mulai beroperasi di Indonesia tahun 1764 dan dibubarkan oleh Bung Karno pada tahun 1961. Organisasi inilah yang rajin menggelorakan semangat dan slogan “Freedom” (kebebasan) di berbagai penjuru dunia.
Sejak awal abad ke-18, Freemasonry telah merambah ke berbagai dunia. Di AS, misalnya, sejak didirikan pada 1733, Free Mason segera menyebar luas ke negara itu, sehingga orang-orang seperti George Washington, Thomas Jefferson, John Hancock, Benjamin Franklin menjadi anggotanya. Prinsip Freemasonry adalah “Liberty, Equality, and Fraternity”. (Lihat, A New Encyclopedia of Freemasonry, (New York: Wing Books, 1996).
Tentang pengaruh gerakan Free Mason dalam liberalisasi pemikiran di Turki Utsmani dapat dilihat pada hubungan para aktivis Freemasons dengan kelompok Osmanli Hurriyet Cemiyati (The Ottoman Freedom Society) yang dibentuk tahun 1906. Tokoh Freemason adalah Cleanthi Scalieri, pendiri loji The Lights of the East (Envar-I Sarkiye), yang keanggotaannya meliputi sejumlah politisi, jurnalis, dan agamawan terkemuka. Loji-loji Freemason memainkan peranan penting dalam proses liberalisasi dan oposisi terhadap Sultan Abdul Hamid II. (Lebih jauh, lihat Adian Husaini, Tinjauan Historis Konflik Yahudi-Kristen-Islam, (Jakarta: GIP, 2004).
Lanjut baca,