Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada hari Selasa (5/10/2021), saya mengisi kajian perdana Pengurus Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII) Yogyakarta. Hadir ketua DDII Yogyakarta, Cholid Mahmud, yang juga anggota DPD RI dari Yogyakarta dan puluhan pengurus DDII lainnya.
Ketika itu, saya menyampaikan materi kajian tentang bagaimana merumuskan Peta Jalan Pendidikan kita sendiri. Peta jalan pendidikan yang berlaku saat ini, memang didominasi oleh pembentukan pelajar dan mahasiswa menjadi pekerja yang baik, untuk menyukseskan target pembangunan nasional yaitu menjadikan Indonesia sebagai negara maju dengan pendapatan perkapita sekitar 11 ribu USD/tahun pada tahun 2030.
Tentu saja, peta jalan karir atau peta jalan pekerjaan itu perlu ditempatkan pada tempat dan proporsinya, agar tidak menafikan kewajiban mencari ilmu sepanjang hayat. Nabi saw bersabda: "Thalabul 'ilmi faridhatun 'ala kulli muslimin!" Maknanya: mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Karena kita muslim, maka kita terkena kewajiban itu; berdosalah orang muslim yang tidak mencari ilmu.
Maka, materi ajar yang harus dikuasai oleh semua pelajar atau mahasiswa muslim adalah memahami hakikat imu itu sendiri! Ilmu apa yang wajib dicari? Apakah semua ilmu harus dipelajari? Sampai di mana batas suatu ilmu wajib dicari? Apakah kita bersekolah, lalu kuliah, rajin baca koran, majalah, atau internet sudah memenuhi kewajiban mencari ilmu? Juga, yang tidak mudah dijawab: "Apa yang disebut sebagai ilmu? Dan apakah kita sudah menjalankan perintah Nabi untuk mencari ilmu itu?"
Di zaman ini, patut kita cermati beredarnya penyakit kronis bernama "sekolahisme" dan "linierisme". "Sekolahisme" memandang bersekolah sama dengan mencari ilmu; tidak bersekolah berarti tidak cari ilmu; selesai sekolah atau kuliah, selesai pula upaya cari ilmu.
Lanjut baca,