PENULIS HINDU INI MENOLAK MENYAMAKAN ALLAH DENGAN SANG HYANG WIDHI

PENULIS HINDU INI MENOLAK  MENYAMAKAN ALLAH DENGAN SANG HYANG WIDHI

 

Artikel Terbaru ke-2.063

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

 

               Kepala sama hitam – yang rabutnya belum banyak beruban – tetapi isinya berbeda-beda. Ada yang menganggap bahwa Tuhan itu satu, tetapi namanya boleh disebut siapa saja. Orang seperti ini berpaham pluralisme agama. Bahkan, ada yang berpendapat, Tuhan yang satu itu boleh disembah dengan cara apa saja, sesuai dengan kemauan manusia.

               Tentu saja, kita sebagai muslim, tidak menerima pendapat seperti itu. Sebab, dalam pandangan Islam, Tuhan Yang Maha Esa itu telah mengenalkan namanya, yaitu “Allah” (QS Thaha: 14). Orang muslim tidak boleh mengarang-ngarang nama Tuhan. Sebab, nama Tuhan itu dasarnya wahyu dari Allah, bukan hasil khayalan atau hasil konsensus manusia.

               Begitu juga dengan cara untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Orang muslim yakin, bahwa Allah SWT telah menentukan caya (syariat) untuk menyembah-Nya. Yaitu, syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Karena itu, umat Islam di mana saja tidak berani mengubah protokoler shalat lima waktu, dengan – misalnya -- mengeluarkan jari kelingking ketika melaksanakan takhiyat. 

               Orang muslim, di mana saja, tidak berani mengubah ritual mengubur jenazah, dengan – misalnya – membuang jenazah manusia ke laut agar lebih murah biayanya dan memberikan manfaat bagi ikan-ikan di lautan. Orang muslim tidak akan mengubah tata cara puasa dengan memotong masa puasa, karena waktu siang yang dianggap terlalu panjang.

               Di kalangan agama Hindu, ada juga cendekiawannya yang memiliki pandangan bahwa Tuhan masing-masing agama itu berbeda. Ia memandang, konsep dan juga sebutan-sebutan untuk Tuhan masing-masing agama itu adalah khas.

               Dalam buku berjudul “Tuhan, Agama dan Negara”  (Media Hindu, 2010), dijelaskan perbedaan konsep Tuhan antara Hindu, Kristen, Yahudi, dan Islam. Tentu saja penjelasan itu dalam perspektif Hindu.  Menurut penulis buku ini, Tuhan dalam agama Hindu, yakni Sang Hyang Widhi tidak dapat disebut  “Allah”.  Disimpulkan oleh penulis buku ini: “Membangun toleransi bukan dengan mencampuradukkan pemahaman tentang Tuhan, tetapi sebaliknya justru dengan mengakui perbedaan itu. Dalam pengertian ini, Krishna bukan Kristus, Sang Hyang Widhi bukan Allah!” (hal. 33).

               Tentang perbedaan antara Kristus dan Krishna dijelaskan: “Ingat Hindu tidak percaya akan dosa asal, tidak percaya dengan Adam dan Hawa, dan Krishna juga tidak mati di kayu salib. Krishna datang ke dunia sebagai Avatara, bukan untuk menebus dosa, tetapi untuk menegaskan kembali jalan menuju moksha (empat yoga itu) terutama karma yoga. Jadi manusia sendiri harus aktif untuk memperoleh keselamatannya. Tidak perlu akal yang terlalu kritis untuk membedakan misi keberadaan Kristus dengan Krishna di dunia ini.” (hal. 31).

               Penulis Hindu ini juga sangat membanggakan konsep Tuhan Hindu yang bersifat pantheistik dan bukan monotheistik:             “Monotheisme mengajarkan kebencian dan kekerasan, memecah belah manusia ke dalam apartheid orang beriman versus orang kafir. Tuhan pemecah belah. Pantheisme mengajarkan hal-hal sebaliknya; penghormatan terhadap seluruh makhluk hidup, semua manusia adalah satu keluarga, ahimsa, welas asih, Tuhan pemersatu.” (hal. 214).  

 Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/penulis-hindu-ini-menolak--menyamakan-allah-dengan-sang-hyang-widhi

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait