PERLU DITINJAU KEMBALI: PEMBAGIAN FORMAL, INFORMAL, NON-FORMAL

PERLU DITINJAU KEMBALI:  PEMBAGIAN FORMAL, INFORMAL, NON-FORMAL

 

 Artikel Terbaru ke-2.269

Oleh: Dr. Adian Husaini

 

            Di Indonesia, pendidikan dibagi tiga macam: pendidikan formal, informal, dan non-formal. Pembagian semacam ini, menurut pakar pemikiran Islam, Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud tidak dikenal dalam tradisi pendidikan Islam. Bagaimana solusinya?

            Mengutip UU No 20 tahun 2003, dijelaskan, bahwa:

  • Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
  • Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
  • Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
  • Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

 

Sekilas, pembagian jenis pendidikan seperti itu seolah-olah tampak tidak bermasalah. Tetapi, jika direnungkan secara mendalam, pembagian seperti itu memang menimbulkan masalah besar dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional: meningkatkan keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia.

            Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, dalam bukunya, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib al-Attas, (Bandung: Mizan, 2006), menguraikan gagasan Prof. Naquib al-Attas tentang universitas sebagai berikut: “Sebuah universitas seharusnya merupakan gambaran dari manusia universal atau ‘insan kamil’.”

Karena tujuannya untuk membentuk “manusia sempurna”,  maka menurut Prof. Wan Mohd Nor, pendidikan (ta’dib) dalam Islam, berlangsung seumur hidup, yang tidak terbatas pada sekolah.  Pendidikan itu berlangsung sepanjang waktu, dan diberlakukan dimana saja.

“Oleh karena itu dalam pandangan Islam, kategorisasi pendidikan yang terbagi menjadi aspek-aspek formal, informal, dan nonformal, bukan saja tidak dapat diterima, melainkan juga sangat berbahaya, dan yang jelas kategorisasi semacam itu tidak pernah terjadi dalam sejarah pendidikan Islam. Hal tersebut tidak dapat diterima dan berbahaya karena pendidikan dalam Islam, sejak awal dipahami sebagai kewajiban keagamaan seumur hidup yang tidak dibatasi oleh tempat atau umur murid yang bersangkutan. Sebenarnya, pendidikan sebagai ta’dib bersifat formal secara terus-menerus: niat dan perbuatan, yang diharapkan dari murid dan guru, serta status spiritual kegiatan-kegiatan pendidikan itu sama dimana saja,” tulis Prof. Wan Mohd Nor.

Universitas atau pun sekolah, seyogyanya dipahami sebagai salah satu tempat untuk membentuk manusia yang seutuhnya, atau manusia yang integral. Itulah insan adabi, atau manusia berakhlak mulia. Proses pendidikannya harus berlangsung sepanjang waktu. Mulai bangun tidur sampai tidur lagi.

Lanjut baca, 

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/perlu-ditinjau-kembali:--pembagian-formal,-informal,-non-formal

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait