Artikel Terbaru ke-1.911
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Prof. Syed Muhammad Naqib al-Attas adalah ilmuwan muslim yang merumuskan konsep adab dan ta’dib sebagai solusi paling mendasar untuk mengatasi krisis umat Islam dewasa ini. Salah satu pesan pentingnya untuk kaum muslimin adalah: “Pahamilah peradaban Barat dengan baik! Waspadalah! Dengan itu, kita akan dapat memahami nasib dan kedudukan umat Islam saat ini!”
Pesan Prof. al-Attas itu sangat mendasar dan sangat penting untuk dipahami oleh umat Islam, khususnya oleh para santri – yang akan menyelesaikan studinya di pesantren dan akan melanjutkan ke perguruan tinggi secara formal. Sebab, menurut Prof. al-Attas, jenjang pendidikan tinggi adalah yang jenjang terpenting. Di sinilah terjadinya kekacauan ilmu (confusion of knowledge) dan berdampak pada terjadinya loss of adab.
Dalam konferensi pendidikan Islam pertama di Mekkah, tahun 1977, Prof. al-Attas sudah mengingatkan, bahwa universitas modern yang dijiplak dari Barat, adalah satu simbol ‘kezaliman’: “The modern university is the epitome of man in a condition of zulm.”
Kondisi zalim (zulm) itu terjadi karena disingkirkannya proses ta’dib dalam pendidikan tinggi. Dan itu berawal dari kekacauan ilmu pengetahuan (confusion of knowledge). Padahal, makna awal universitas (Latin: universitatem) berasal dari istilah kulliyyah yang bertujuan membentuk manusia yang sempurna, atau al-insan al-kulliy – yang akan menjadi para pemimpin sejati, bukan pemimpin palsu.
Kondisi universitas modern yang dijiplak dari peradaban Barat itu sudah diingatkan oleh Prof. al-Attas sejak 50 tahun lalu. Kini, dunia akademik di Eropa, Amerika, Australia, dan juga Indonesia dihebohkan dengan buku baru Prof. Peter Fleming yang berjudul Dark Academia: How Univesities Die.
Peter Fleming menyebutkan bahwa kondisi perguruan tinggi modern sebenarnya sudah sakit parah! Dalam kurun waktu 35 tahun terakhir, misi dasar perguruan tinggi di berbagai dunia telah dirusak. Perguruan Tinggi telah bermetamorfosis menjadi perusahaan bisnis yang terobsesi dengan pemasukan, pertumbuhan, dan hasil.
Menurut Peter Fleming, restrukturisasi perguruan tinggi menjadi pabrik pengetahuan telah merevolusi sektor pendidikan tinggi. Saat ini, kepakaran akademisi dikendalikan secara ketat oleh metrik kinerja, indikator kinerja utama (IKU), dan semua penekanan pada penerimaan lebih banyak mahasiswa. Program studi di perguruan tinggi telah dipaksa untuk menjalani metamorfosis korporasi ini. Jika program studi tidak mampu memberikan sumbangan untuk perguruan tinggi, maka akan dipertanyakan nasib ke depannya: apakah akan dipertahankan atau tidak. Singkatnya, perguruan tinggi harus membuktikan dirinya sebagai pelayan dunia kerja.
“Para bos telah berhasil mengubah perguruan tinggi menjadi industri kapitalis de facto – menjadi sebuah edu-factory – dan perlawanan adalah hal yang sia-sia,” kata Fleming.
Menurutnya, prinsip neo-liberalisme sudah begitu menancap sampai kita harus memikirkan apakah perguruan tinggi modern masih bisa (atau cukup berharga) untuk diselamatkan? (Tentang kondisi perguruan tinggi di AS, Inggris, Australia, Kanada, dan sebagainya, lihat: Peter Fleming, Dark Akademia, Matinya Perguruan Tinggi, (Bekasi: Footnote Press, 2022).
Lanjut baca,
PESAN PENTING PROF. NAQUIB AL-ATTAS UNTUK PARA SANTRI (adianhusaini.id)