Artikel Terbaru ke-1.889
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pidato dan wawancara presiden terpilih Prabowo Subianto di sejumlah forum nasional dan internasional menjadi bahan perbincangan di berbagai media. Prabowo berusaha membangun optimisme, bahwa Indonesia akan menjadi bangsa besar dan negara kuat. Ia optimis dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi 8 persen dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Ia berjanji akan bekerja sangat keras untuk itu.
Secara pribadi, Prabowo Subianto sudah meraih kedudukan tinggi dalam bidang ekonomi, sosial, dan juga politik. Sekarang saatnya ia berjuang untuk menerapkan gagasan-gagasan mulianya demi kemajuan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Tentu semua sadar, termasuk Prabowo, bahwa tantangan yang dihadapi tidaklah ringan.
Saat ini, kondisi bangsa Indonesia bukan sedang baik-baik saja. Prabowo sudah menggambarkan kondisi itu dalam bukunya: “Paradoks Indonesia dan Solusinya” (Jakarta: PT Media Pandu Bangsa, 2022).
Tapi, buku itu baru memaparkan kondisi paradoks Indonesia dari aspek fisik. Aspek jiwa manusia Indonesia dan jiwa bangsa belum digambarkan secara rinci. Padahal, inilah akar masalah bangsa kita. Kondisi manusia Indonesia, menurut budayawan Mochtar Lubis, perlu mendapat perhatian serius. Sebab, katanya, karakter utama manusia Indonesia adalah MUNAFIK. Lain bicaranya, lain pula perbuatannya.
Kata Rasulullah saw, tanda orang munafik itu ada tiga: (a) jika berkata ia bohong, (b) jika berjanji, ia ingkar (c) jika diberi amanah, ia khianat. Intinya, adalah masalah minimnya sifat kejujuran (ash-shidqu). Masih ada penyakit-penyakit jiwa lainnya yang merusak manusia, seperti sifat cinta dunia (hubbud-dunya), dengki (hasad), malas (kasl), lemah (‘ajz), sombong (kibr), penakut (jubn), dan sebagainya.
Kondisi manusia Indonesia perlu dipahami secara utuh dan disusun program program yang jelas untuk membangun manusia Indonesia yang unggul. Selama “penyakit jiwa” itu tidak diberantas, maka tidak mungkin manusia Indonesia akan maju, secara hakiki. Mohammad Natsir menyebut, penyakit jiwa manusia Indonesia yang paling berbahaya adalah kecintaan kepada dunia yang berlebihan!
Konsep kemajuan manusia dan bangsa pun terkait dengan aspek jiwa dan raga. Karena itu, pesan lagu kebangsaan kita pun tegas: “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya!” Pepatah Latin menyatakan: “Mens sana in corpore sano!” (Pikiran sehat ada dalam badan yang sehat).
Jadi, kriteria “kemajuan” pun sepatutnya tidak hanya diukur dari aspek materi. Kemajuan jiwa adalah diraihnya kebahagiaan hidup. Dan itu hanya bisa diraih jika manusia semakin dekat dengan Tuhannya.
Bertambahnya duit, naiknya jabatan, atau meluasnya popularitas tak selalu sejalan dengan kebahagiaan (sa’adah/happiness). Kriteria kemajuan terpenting bagi seorang manusia adalah “kedekatannya kepada Tuhan Yang Maha Esa!” Sebab, semakin dekat dengan TUJUAN yang pasti dan abadi, maka itulah hakikat kemajuan sejati.
Lanjut baca,
PRABOWO SUBIANTO DI SIMPANG JALAN (adianhusaini.id)