Artikel ke-1.681
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Tahun 1969, menyusul kekalahan Arab dalam Perang Tahun 1967, Dr. Yusuf Qaradhawi menulis satu buku berjudul: ”Dars an-Nukbah ats-Tsaniyah: Limadza Inhazamnaa wa Kaifa Nantashir.” (Diterbitkan di Indonesia tahun 1988 oleh Pustaka Bandung dengan judul: ”Mengapa Kita Kalah di Palestina?).
Dalam bukunya, al-Qaradhawi menegaskan: ”Satu hal yang amat saya tegaskan di sini adalah keharusan kita untuk kembali kepada Islam. Islam yang benar. Islam yang menyeluruh yang mengembalikan diri kita – sebagaimana yang dulu pernah terjadi – menjadi sebaik-baik ummat ang pernah dihadirkan untuk seluruh ummat manusia. Tanpa kembali kepada Islam, maka nasib yang akan kita alami, sungguh amat mengerikan, dan masa depan pun akan demikian gelap gulitanya.”
Jumlah orang Yahudi sebenarnya sangat kecil. Dalam Atlas of The World's Religions, disebutkan jumlah pemeluk agama Yahudi 15.050.000. (Ninian Smart, Atlas of The World's Religions, (New York: Oxford University Press, 1999). CM Pilkington, dalam bukunya, Judaism, malah menyebut jumlah Yahudi hanya 13 juta. Mereka kini tersebar utamanya di 10 negara, yaitu USA (5.800.000), Israel (5.300.000), Bekas Uni Soviet (879.800), Perancis (650.000), Kanada (362.000), Inggris (285.000), Brazil (250.000), Argentina (240.000), Hongaria (100.000), dan Australia (97.000). (Lihat, Pilkington, Judaism, (London: Hodder Headline Ltd., 2003).
Tetapi, meskipun jumlahnya kecil, orang Yahudi memiliki kekuatan untuk mengatur negara adikuasa. Untuk mencapai posisi sekarang, Yahudi telah bekerja keras selama ratusan tahun. Tokoh Zionis Theodore Herzl adalah seorang “penulis skenario”, “sutradara”, sekaligus “aktor utama” Gerakan Zionis modern yang berujung kepada terbentuknya negara Israel pada 14 Mei 1948. Kegigihan Herzl dalam usaha mendirikan negara Yahudi perlu dicatat. Meskipun ditentang mayoritas Yahudi ketika itu, ia tetap berjuang mewujudkan sebuah negara Yahudi dalam tempo 50 tahun setelah Kongres Zionis I, 1897. Dan itu terbukti 50 tahun 3 bulan kemudian, berdirilah negara Yahudi Israel.
Tetapi, sebagaimana lazimnya bangsa-bangsa yang telah menikmati kekayaan dan hidup bermewah-mewah, perlahan-lahan semangat juang pun melemah. Bangsa Yahudi dikutuk oleh Allah karena tidak lagi mau menegakkan kebenaran. Allah SWT berfirman, yang artinya: “Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa Putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS al-Maidah: 78-79).
Jadi, karena tidak melarang tindakan munkar diantara mereka, maka kaum Bani Israel itu dikutuk oleh Allah. Rasulullah saw juga memperingatkan: “Tidaklah dari satu kaum berbuat maksiat, dan diantara mereka ada orang yang mampu untuk melawannya, tetapi dia tidak berbuat itu, melainkan hampir-hampir Allah meratakan mereka dengan azab dari sisi-Nya.” (HR Abu Dawud, at-Turmudzi, dan Ibnu Majah).
Dalam kasus Hamas versus Israel, tampak bagaimana semangat juang para pejuang Hamas yang begitu tinggi dan siap mati demi meraih kemerdekaan. Semangat seperti inilah yang dulu dimiliki oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia. Bahkan, Panglima Sudirman mampu memimpin pasukan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, meskipun dalam kondisi sakit.
Lanjut baca,
RAHASIA KEMENANGAN MENGHADAPI KEZALIMAN YAHUDI (adianhusaini.id)