Artikel ke-1.825
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Baik buruknya sebuah kaum tergantung bagaimana ulamanya. Jika baik, maka keadaan umat sama baiknya. Jika sebaliknya, itu pertanda umat sedang tidak baik-baik saja. Maka usaha perbaikan umat bergantung seberapa besar perhatian terhadap perbaikan kualitas ulamanya.
Yang dimaksud “ulama” itu tidak hanya ahli ilmu agama, tetapi juga mampu memimpin dan menggerakkan umat kepada jalan yang mereka tuju. Melahirkan sosok pemimpin seperti ini harus terus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Inilah salah satu prioritas program Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia selama berpuluh tahun.
Banyaknya sarjana syariah, berkembangnya sekolah-sekolah tinggi berbasis Islam, dan munculnya program kaderisasi ulama idealnya mampu menjawab kebutuhan ini. Namun harapan itu hingga saat ini masih terus membutuhkan perbaikan dan penyempurnaan. Ahli syariah saja tidak cukup, karena umat tidak hanya wajib mengetahui status halal atau haram.
Umat membutukan sosok yang ahli syariah, mampu mendudukkan masalah dengan benar dan tepat, serta pandai membaca perubahan zaman, serta memimpin umat kepada akhlakul karimah. Kebutuhan ini menuntut kajian serius terhadap figur panutan ahli agama yang ideal dan bagaimana mereka dididik.
Alasan itulah yang mendorong Ganang Prihatmoko, peserta Program Kaderisasi Ulama Dewan Dewan Dakwah Islamiah Indonesia (PKU-DDII) untuk melakukan penelitian lapangan dan kepustakaan. Ia menelusuri karya-karya beberapa tokoh sentral panutan umat yang berkarakter pemimpin, baik dari kalangan ulama dan dai yang kontribusinya diakui dunia Islam. Disamping itu, mereka juga memiliki perhatian di bidang pengkaderan ulama sehingga diharapkan sesuai dengan konteks keindonesiaan.
Dalam penelitian disertasinya itu, Ganang melihat perlunya menambahkan bahan studinya dengan mengkaji langsung kurikulum pendidikan ulama dari institusi perguruan tinggi penghasil sarjana syariah yang sudah dikenal reputasinya, yaitu Universitas Islam Madinah (UIM). Ganang juga merupakan lulusan S1 dan S2 dari UIM.
Menurutnya, setelah melakukan shalat istikharah dan istisyarah, ia tertarik mengkaji karya dua tokoh panutan umat yang kontribusinya diakui dunia internasional. Dua tokoh yang sama-sama meraih Nobel Raja Faisal Arab Saudi. Pertama, Allahuyarham Bp. Mohammad Natsir, pahlawan nasional, Perdana Menteri pertama Indonesia, pendiri Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, yang juga dikenal piawai dalam lobi.
Kedua, Syaikh Yusuf al-Qaradhawi. Beliau dikenal luas di dunia internasional berkat kontribusinya dalam karya-karya ilmiah dalam bidang fikih kontemporer. Dengan paduan pemikiran keduanya, maka diharapkan terwujudnya kombinasi yang ideal untuk melahirkan sosok ulama. Secara spesifik, Ganang menfokuskan kajiannya pada buku Tsaqafah Daiyah karya Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan buku Fiqhud Da'wah karya Mohammad Natsir, yang keduanya menekankan materi-materi yang wajib dikuasai oleh calon ulama.
Lanjut baca,