TRAUMA PEREMPUAN BARAT DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

TRAUMA PEREMPUAN BARAT  DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

 

Artikel ke-1.429

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Owen Chadwick, dalam bukunya, “The Secularization of the European Mind in the Nineteenth Century”, (New York: Cambridge University Press, 1975), menulis: “Beware of a woman if you are in front of her, a mule if you are behind it, and a priest wether you are in front or behind.”

Artinya:   “Berhati-hatilah, jika anda berada didepan wanita, hatilah-hatilah anda jika berada di belakang keledai, dan berhati-hatilah jika berada di depan atau di belakang pendeta.”

Begitulah trauma dan dendam masyarakat Barat, khususnya kaum perempuan Barat terhadap agama. Derajat mereka disejajarkan dengan keledai. Berbagai perlakuan yang mengerikan mereka terima. Banyak sekali perempuan di Barat yang menjadi korban pengadilan gereja (inkuisisi).

Perlakuan kejam terhadap perempuan di Barat inilah yang kemudian turut memicu gerakan pemberontakan perempuan dan menuntut persamaan dengan laki-laki, yang sekarang populer dengan paham “kesetaraan gender”. Ini tak lepas dari latar belakang sejarah perlakuan peradaban Barat terhadap perempuan.

Gerakan pembebasan perempuan tanpa kawalan agama ini akhirnya berujung pada ekstrimisme. Perlakuan terhadap perempuan kemudian bergerak dari satu kutub ekstrim ke kutub ekstrim lain: dari penindasan menuju kebebasan yang kebablasan.

Philip J. Adler, dari East Carolina University, dalam bukunya World Civilizations, (terbit tahun 2000), menggambarkan bagaimana kekejaman Barat dalam memandang dan memperlakukan perempuan. Sampai abad ke-17, di Eropa, wanita masih dianggap sebagai jelmaan setan atau alat bagi setan untuk menggoda manusia. Sejak awal penciptaannya, perempuan memang dipandang tidak sempurna.

Mengutip seorang penulis Jerman abad ke-17, Adler menulis: It is a fact that women has only a weaker faith (In God). Katanya, adalah fakta bahwa wanita itu lemah dalam kepercayaannya kepada Tuhan. Dan itu, kata mereka, sesuai dengan konsep etimologis mereka tentang wanita, yang dalam bahasa mereka disebut ‘female’ berasal dari bahasa Yunani ‘femina’. Kata ‘femina’ berasal dari kata ‘fe’  dan ‘minus’. ‘Fe’ artinya ‘fides’, ‘faith’ (kepercayaan atau iman). Sedangkan ‘mina’ berasal dari kata ‘minus’, artinya ‘kurang’. Jadi ‘femina’ artinya ‘seseorang yang imannya kurang’ (one with less faith). Karena itu, kata penulis Jerman abad ke-17 itu: Therefore, the female is evil by nature. (Karena itu, wanita memang secara alami merupakan makhluk jahat).

            Masyarakat Barat seperti terjebak dalam berbagai titik ekstrim dan lingkaran setan yang tiada ujung pangkal dalam soal nilai.  Mereka berangkat dari satu titik ekstrim ke titik ekstrim lainnya. Dalam kasus homoseksual, dulu mereka memperlakukan mereka dengan sangat kejam dan sadis.

Robert Held, dalam bukunya, Inquisition, (Florence: Bilingual publishers, 1985), memuat foto-foto dan lukisan-lukisan yang sangat mengerikan tentang kejahatan Inquisisi yang dilakukan tokoh-tokoh Gereja ketika itu. Dia paparkan lebih dari 50 jenis dan model alat-alat  siksaan yang sangat brutal, seperti pembakaran hidup-hidup, pencungkilan mata, gergaji pembelah tubuh manusia, pemotongan lidah, alat penghancur kepala, pengebor vagina, dan berbagai alat dan model siksaan lain yang sangat brutal.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/trauma-perempuan-barat--dan-program-pemberdayaan-perempuan

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait