TUGAS PENTING MENTERI PENDIDIKAN:  MENJERNIHKAN MAKNA PENDIDIKAN DAN SEKOLAH

TUGAS PENTING MENTERI PENDIDIKAN:   MENJERNIHKAN MAKNA PENDIDIKAN DAN SEKOLAH

 

Artikel Terbaru ke-2.022

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

 

Salah satu pekerjaan besar dan mendasar dari Menteri Pendidikan – tingkat apa saja – adalah menjernihkan makna kata “pendidikan” dan “sekolah”. Apakah maknanya sama atau beda? Jika makna kata ini dijelaskan, insyaAllah, akan lebih mudah memperbaiki pendidikan kita.

Sebenarnya, para tokoh pendidikan kita, seperti Ki Hajar Dewantara, KH Ahmad Dahlan, atau KH Hasyim Asy’ari, Mohammad Natsir, dan sebagainya telah menjelaskan makna pendidikan dengan baik. Bahkan mereka pun telah menerapkan konsep pendidikan secara praktis dalam lembaga pendidikan yang mereka dirikan. Pendidikan itu adalah semua upaya untuk menjadikan anak-anak agar beradab atau berakhlak mulia.

K.H. M. Hasyim Asy’ari, misalnya, menulis sebuah buku penting bagi dunia pendidikan. Judulnya, Aadabul ‘Aalim wal-Muta’allim Terjemahan harfiahnya: Adab Guru dan Murid. Buku ini membahas tentang konsep adab. Mendidik anak agar menjadi orang beradab, sejatinya adalah tugas orang tua. Sebagai institusi pendidikan, sekolah mengambil alih sebagian tugas itu, menggantikan amanah yang dibebankan kepada orang tua.

Tujuannya tetap sama: jadikanlah anak beradab! Adab memang sangatlah penting kedudukannya dalam ajaran Islam. Imam Syafii, imam mazhab yang banyak menjadi panutan kaum Muslim di Indonesia,  pernah ditanya, bagaimana upayanya dalam meraih adab? Sang Imam menjawab, bahwa ia selalu mengejar adab laksana seorang ibu yang mencari anak satu-satunya yang hilang.”

Konsep adab ini kemudian banyak sekali diuraikan oleh para ulama. Mereka menulis kitab-kitab tentang adab dan ilmu. Di tahun 1977, dalam konferensi pendidikan Islam di Mekkah, Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas mengangkat dan merumuskan konsep adab dengan lebih sistematis, komprehensif, dan kontekstual. Bahkab, Prof. Al-Attas merumuskan teori: akar krisis yang menimpa umat Islam saat ini adalah ”hilang adab” (loss of adab).

Menurut Prof. Naquib al-Attas, adab adalah “pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan seseorang, dalam rencana susunan berperingkat martabat dan darjat, yang merupakan suatu hakikat yang berlaku dalam tabiat semesta.”  Pengenalan adalah ilmu; pengakuan adalah amal. Maka, pengenalan tanpa pengakuan seperti ilmu tanpa amal; dan pengakuan tanpa pengenalan seperti amal tanpa ilmu. ”Keduanya sia-sia kerana yang satu mensifatkan keingkaran dan keangkuhan, dan yang satu lagi mensifatkan ketiadasedaran dan kejahilan,” demikian Prof. Naquib al-Attas. (SM Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, (ISTAC, 2001).

            Begitu pentingnya masalah adab ini, maka bisa dikatakan, jatuh-bangunnya umat Islam, tergantung sejauh mana mereka dapat memahami dan menerapkan konsep adab ini dalam kehidupan mereka. Manusia yang beradab terhadap orang lain akan paham bagaimana mengenali dan mengakui seseorang sesuai harkat dan martabatnya. Martabat ulama yang shalih beda dengan martabat orang fasik yang durhaka kepada Allah. Jika dikatakan menyebutkan, manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling taqwa, maka seorang yang beradab tidak akan lebih menghormat kepada penguasa yang zalim ketimbang guru ngaji di kampung yang shalih. Itu adab kepada manusia.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/tugas-penting-menteri-pendidikan:--menjernihkan-makna-pendidikan-dan-sekolah

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait