AWAS, ADA TAFSIR SESAT TENTANG LGBT

AWAS, ADA TAFSIR SESAT TENTANG LGBT

Artikel ke-1.374

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Salah satu pintu masuk legalisasi LGBT di AS adalah bermunculannya tafsir-tafsir liberal yang menghalalkan praktik LGBT. Di AS dan negara-negara Barat, tafsir liberal tentang LGBT ini sudah banyak bermunculan. Bahkan, sebagian sudah menjadi rujukan kaum LGBT. Karena itu, umat Islam harus sangat serius dan hati-hati dalam merespon tafsir-tafsir liberal tentang LGBT.

Misalnya, dalam tulisannya yang beredar di media online seorang pegiat paham liberal melakukan penafsiran dengan cara tertentu, sehingga ia berkesimpulan, bahwa perkawinan sesama jenis bisa diterima, dengan alasan “kemaslahatan”.  Ia menulis di ujung artikelnya: “Perlu diakui, sebagaimana tidak (ada) dalil yang secara eksplisit melarang pernikahan sejenis, juga tidak ada dalil yang jelas-jelas membolehkannya.” (https://www.inspirasi.co/post/detail/5806/munim-sirry-menafsir-kisah-nabi-luth-secara-berbeda).

Pakar Tafsir al-Quran Fahmi Salim menulis artikel di Harian Republika (26/2/2016) berjudul “Menakar ‘Tafsir Baru’ LGBT”.  Fahmi Salim membuktikan, bahwa tidak ada perbedaan di kalangan para ulama tentang buruknya perilaku homoseksual itu. Al-Quran menyebut sebagai “fahisyah” (kejahatan yang keji). Perbedaan mereka adalah tentang bentuk hukuman yang harus dijatuhkan kepada para pelaku homoseksual. Seorang guru di pesantren  Jawa Timur juga menulis artikel bagus yang menjawab tulisan pegiat liberal tersebut. (http://www.hidayatullah.com/artikel/tsaqafah/read/2016/02/27/90233/islam-lgbt-dan-perkawinan-sejenis.html).

Tentulah sebagai muslim kita sangat menyayangkan dan sedih dengan munculnya artikel-artikel yang membolehkan perkawinan sejenis, khususnya yang dilakukan oleh orang-orang yang secara keilmuan logisnya tidak berani melakukan hal tersebut. Sebab, al-Quran tidak bisa ditafsirkan sembarangan dan semaunya sendiri. Menafsirkan UUD 1945 saja ada metode dan caranya. Itu terkait dengan otoritas keilmuan. Meskipun terkenal dengan kecerdasannya yang luar biasa, Pak BJ Habibie tidak diakui otoritasnya dalam soal penafsiran UUD 1945.  Kecuali jika Pak Habibie kemudian menekuni bidang itu dan menulis karya ilmiah yang otoritatif tentang penafsiran UUD 1945, yang diakui pada ilmuwan di bidangnya.

Begitu juga dalam soal penafsiran al-Quran. Perlu otoritas keilmuan yang memadai untuk diakui sebagai mufassir al-Quran.  Untuk mengajukan satu metodologi baru dalam penafsiran al-Quran, perlu seorang menulis kitab Ulumul Quran atau Kitab Metodologi Ilmu Tafsir yang berkualitas tinggi dan bisa diuji secara ilmiah. Minimal, ia membuktikan telah melahirkan karya Tafsir al-Quran yang bermutu. Jika belum mampu menjadi mujtahid, sebaiknya belajar lagi kepada para ulama yang mumpuni ilmunya. Tidak baik bersikap asal beda (Jawa: Waton Suloyo/WtS).  Kita perlu orang pinter dan bener. Umat Islam merindukan sosok-sosok ilmuwan dan ulama yang tinggi ilmunya tetapi juga tahu diri.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/awas,-ada-tafsir-sesat-tentang-lgbt

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait