Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini)
Kuliah “Urgensi Pendidikan Sains Islam” di At-Taqwa College pada hari kedua (8/7/2020), membahas tentang dampak buruk sains sekuler terhadap kehidupan masyarakat. Kita mewarisi sains saat ini dari peradaban Barat yang telah mewarisi dan mensekulerkan sains dari peradaban Islam.
Sains sekuler yang dipaksakan pengajarannya kepada para santri, siswa, dan mahasiswa bisa berdampak serius pada keimanan dan akhlak mereka. Dampak terburuk adalah menjauhkan manusia dari tujuan hidupnya, yakni untuk beribadah kepada Allah SWT. Dampak berikutnya adalah mengebiri potensi para pelajar muslim, sehingga mereka tidak mampu mengembangkan potensi secara optimal, karena telah belajar ilmu yang salah.
Akibatnya, mereka lupa diri, lupa tujuan hidupnya, lupa jalan pulang, dan akhirnya berperilaku seperti hewan. Hidupnya hanya berputar-putar seputar syahwat. Mengejar syahwat yang satu ke syahwat lainnya.
Inilah yang digambarkan dalam QS surat al-An’am ayat 179 dan QS Muhammad ayat 12. Kedua ayat ini menggambarkan hakikat dan sifat manusia yang tidak mengenal Tuhannya, sehingga mereka hidup seperti binatang ternak.
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi) neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
“… Dan orang-orang kafir itu bersenang-senang dan makan-makan, seperti makan-makannya binatang.”
Ilmu sekuler adalah ilmu yang salah; ilmu yang tidak manfaat, bahkan ilmu yang merusak. Contoh ilmu yang salah seperti ini:
Dalam sebuah buku “Filsafat Ilmu” disebutkan: “Dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara konsisten dan kebenarannya telah diuji secara empiris. Dalam hal ini harus disadari bahwa proses pembuktian dalam ilmu tidaklah bersifat absolut…. Ilmu tidak bertujuan untuk mencari kebenaran absolut melainkan kebenaran yang bermanfaat bagi manusia dalam tahap perkembangan tertentu.”
Jika konsep dan definisi “ilmu” itu diterapkan untuk Ilmu Ushuluddin, Ilmu Tafsir al-Quran, atau Ilmu Ushul Fiqih, maka akan menimbulkan kerancuan yang sangat serius, sebab membatasi ilmu hanya untuk-hal yang bersifat empiris atau inderawi (empirical knowledge). Padahal, ini hanyalah salah satu jenis ilmu.
Juga, tidak benar, bahwa ilmu itu semuanya bersifat relatif, tidak absolut. Pengetahuan bahwa Allah itu Satu adalah ilmu yang mutlak yang didasarkan pada sumber yang mutlak benar, yaitu al-Quran. Begitu juga ilmu tentang keharaman babi, zina, dan khamr, adalah ilmu yang mutlak juga. Penafsiran bahwa Nabi Isa a.s. tidak wafat di tiang salib, juga merupakan ilmu yang mutlak benarnya, yang tidak akan berubah sampai Akhir Zaman. Menghormati orang tua adalah wajib. Itu ilmu yang mutlak benarnya.
Lanjut baca,
http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/bahaya-sains-sekuler