“BUDAYA DUNGU” JANGAN DITIRU

“BUDAYA DUNGU” JANGAN DITIRU

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

            Kata “dungu” di Indonesia sedang populer. Kata itu seperti identik dengan sosok filosof Rocky Gerung, yang dalam berbagai kesempatan menggunakan kata itu untuk menyebut satu “kondisi tertentu”.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “dungu” diartikan sebagai: “sangat tumpul otaknya; tidak cerdas; bebal; bodoh”.

            Dalam buku kumpulan puisinya, “Jalan Pulang” (Kuala Lumpur: Hakim, 2020), Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud menjelaskan masalah “dungu” dalam satu tajuk puisinya: “Budaya Dungu”. Kita simak beberapa bait puisi tersebut:

 

            BUDAYA DUNGU

//Budaya dungu giat gigih menafi ilmu


Keras berbangga menyingkir yang lebih tahu

Pabila melintangi impian hawa kehendak nafsu

Machiavelli, Darwin, Freud sebagai guru//

 

            Dari bait puisi itu, kita bisa memahami, bahwa menurut Prof. Wan Mohd Nor, dungu tidak sama dengan “tidak tahu”. Dungu, maknanya “tahu”, tetapi “keliru” (confusion). Artinya, bisa saja seorang memiliki banyak ilmu, tetapi ilmu yang dia punya itu adalah ilmu yang keliru.

Makna “dungu” sebagai “confusion of knowledge” (kekacauan ilmu),  diperjelas lagi dalam bait-bait lanjutan berikut ini: 

 

//Budaya dungu menyemai liar jiwa ingkar


Dana bertaburan menyukat maklumat


Hakikat hanya data empirikal, eksperimental

Bergelumang dalam lumpur Pandirisme pekat

Alam malakut, jabarut, lahut dianggap khayalan

Tujuan mengenal Tuhan membina jiwa diketepikan

Tidak tersenarai key performance indicators bermakna

Menilai sumbangan institusi dan sarjana//

            Bentuk “kedunguan” lain adalah... 

Lanjut baca,

http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/budaya-dungu-jangan-ditiru

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait

Tinggalkan Komentar