Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Sosiolog Muslim, Akbar S. Ahmed, menganalisis mengapa Islam bangkit di Turki, setelah puluhan tahun dipaksa menjadi sekular? Ada sejumlah alasan munculnya kebangkitan Islam di Turki.
Pertama, Islam tidak lenyap begitu saja di masa pemerintahan Ataturk – sebagaimana diduga banyak orang. Islam tetap bergerak di bawah permukaan, menunggu iklim yang lebih baik. Masyarakat perdesaan hampir tidak terpengaruh oleh gerakan sekularisasi. Mereka tetap memegang Islam secara kokoh. Selain itu, upaya-upaya westernisasi yang drastis ternyata tidak menyelesaikan masalah bangsa Turki. Kemiskinan dan keterbelakangan belum juga punah. Banyak rakyat Turki merasa bahwa sekalipun ada kemajuan ekonomi, tetapi pengorbanan yang mereka berikan terlalu besar, tidak seimbang dengan hasil yang mereka peroleh.
Kedua, arus besar kebangkitan Islam tahun 1970-an dan 1980-an di berbagai belahan dunia Islam, turut memberikan dorongan cukup berarti bagi rakyat Turki. Banyak rakyat Turki yang merasakan kebanggaan sebagai muslim dan mulai mengalihkan pandangan mereka ke dunia Islam.
Ketiga, perkembangan sosial politik di Eropa sendiri. Meskipun Turki selama ini berusaha mati-matian untuk menjadi “Barat” dan menjadi “Eropa”, mereka tetap “orang luar” bagi Eropa. Anggota ras yang pernah menguasai dunia ini telah menjadi imigran kelas bawah di beberapa negara Eropa. Mereka dibenci dan menjadi sasaran teror kelompok neo-Nazi Jerman. Kisah-kisah horor serangan-serangan rasial terhadap ras Turki turut memicu kebangkitan kesadaran rasial dan keagamaan rakyat Turki. Banyak yang merasakan bahwa kebanggaan menjadi Eropa terlalu tinggi nilainya; dan banyak yang kemudian bahkan menentang kebijakan resmi untuk bergabung dengan Masyarakat Eropa.
Hal sebaliknya terjadi di Asia. Jika di Eropa Turki tetap diwaspadai sebagai ancaman potensial, di kawasan Asia Tengah, Turki dipandang sebagai bangsa pemimpin yang terhormat. Beberapa penguasa terkemuka di kawasan Asia Tengah adalah orang-orang Turki, dan beberapa suku terkemuka di wilayah itu dengan bangga menyebut dirinya sebagai suku keturunan Turki.
Wilayah ini pernah dikenal dengan sebutan “Turkistan” – Tanah Turki. Bagi banyak republik di Asia Tengah, bekas Uni Soviet, Turki merupakan model yang sesuai. Turki merupakan pewaris Utsmaniyah yang menjadi penghubung mereka, tanah induk dan tempat asal identitas sejarah mereka.
Mereka memandang Turki sebagai ilham budaya dan menuntut Turki berperan kembali. Akan tetapi, hal ini tidak mudah, mengingat masih banyaknya rakyat Turki dan rakyat di Asia Tengah yang masih terikat dengan ideologi sekular. Faktor sosiologis berupa ketimpangan sosial juga turut memicu tampilnya kesadaran beragama di kalangan rakyat Turki. Para pemuda, kalangan urban, dan kaum yang lebih miskin mulai menemukan kedamaian dalam agama Islam. Bagi banyak orang Turki, elite penguasa menjadi terasa asing, korup, dan terlalu kebarat-baratan. (Lihat, Akbar S. Ahmed, Living Islam, (Bandung: Mizan, 1997).
Lanjut baca,