Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Hari ini, Kamis, 28 Ramadhan 1441 H/21 Mei 2020, saya dijadwalkan mengisi satu acara penting berupa Diskusi Nasional Online tentang Perguruan Tinggi Islam. Temanya: “Masa Depan Pendidikan dan Perguruan Tinggi Islam Pasca Pandemi Covid-19.” Yang mendaftar sebagai peserta lebih dari 150 orang. Banyak diantaranya merupakan pimpinan dan dosen-dosen Perguruan Tinggi Islam.
Diskusi ini sangat penting dan strategis. Sebab, wabah Corona memang telah memaksa masyarakat dunia dan juga kita, melakukan perubahan besar dalam interaksi antar sesama. Tak terkecuali dalam bidang pendidikan.
Pandemi COVID-19 telah mempercepat proses disrupsi yang sedang gencar-gencarnya terjadi. Kehadiran MOOCs (massive open online courses) makin marak dan terasa menjadi kebutuhan yang tak terhindarkan lagi dalam dunia pendidikan. Akibatnya, tugas pendidikan nasional untuk membentuk manusia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia pun semakin berat.
Apalagi, hingga kini, secara nasional, model ideal Perguruan Tinggi masih mencontoh kampus-kampus sekuler di Barat yang tidak menjadikan iman, taqwa, dan akhlak mulia sebagai kriteria terpenting untuk menetapkan keunggulan. Nah, virus Corona yang dikirim oleh Allah SWT telah memaksa dunia Perguruan Tinggi untuk mempercepat proses pembelajaran online. Interaksi antara dosen dan mahasiswa menjadi semakin berkurang, sehingga proses penanaman nilai-nilai akhlak semakin tak mudah dilakukan.
Rhenald Kasali, dalam bukunya, The Great Shifting (2018), menggambarkan perubahan cepat yang sedang terjadi di dunia industri, seperti bisnis hiburan. Sejak karya musisi-musisi kenamaan bisa diakses gratis melalui internet, maka pola bisnis pun berubah. Para musisi tak bisa lagi mengandalkan penjualan CD dan sejenisnya sebagai penghasilan utama mereka.
Lanjut Baca,
http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/momentum-kemerdekaan-perguruan-tinggi-islam
