Oleh: Dr. Adian Husaini
“Bulan Ramadhan, yang diturunkan di dalamnya al-Quran, sebagai petunjuk kepada manusia dan penjelasan tentang petunjuk dan sebagai pembeda (antara yang haq dan yang bathil)”. (QS al-Baqarah (2): 185).
*****
Pada 17 Januari 2006, Surat Kabar ‘New York Sun’, menurunkan tulisan Daniel Pipes, berjudul “The Pope and the Koran” (Paus dan al-Quran). Pipes, yang dikenal sebagai ‘ilmuwan garis keras’ dalam memandang Islam, mengungkap pernyataan Paus Benediktus XVI tentang al-Quran, dalam satu seminar tentang pemikiran Fazlur Rahman, September 2005.
Paus, seperti dikutip Pipes, dari Pastor Joseph D. Fessio, menyatakan, bahwa dalam pandangan tradisional Islam, Tuhan telah menurunkan kata-kata-Nya kepada Muhammad, yang merupakan kata-kata abadi. Al-Quran sama sekali bukan kata-kata Muhammad. Karena itu bersifat abadi, sehingga tidak ada peluang untuk menyesuaikannya dengan kondisi dan situasi atau menafsirkannya kembali. (There's no possibility of adapting it or interpreting it).
Menurut Paus, sifat al-Quran yang semacam itu, memiliki perbedaan utama dengan konsep kitab suci dalam Yahudi dan Kristen. Pada kedua agama ini, kata Paus, Tuhan bekerja melalui makhluknya. Maka, kata-kata dalam Bible, bukan hanya kata-kata Tuhan, tetapi juga kata-kata Isaiah, kata-kata Markus. Dalam istilah Paus, “Tuhan menggunakan manusia dan memberikan inspirasi kepada mereka untuk mengungkapkan kata-kata-Nya kepada manusia. (He's used His human creatures, and inspired them to speak His word to the world).
Karena itu, menurut Paus, kaum Yahudi dan Kristen, dapat mengambil apa yang baik dalam tradisi (kitab) mereka dan menghaluskannya. Jadi, kata Paus, dalam Bible itu sendiri ada logika internal yang memungkinkan untuk disesuaikan dan diaplikasikan sesuai dengan situasi dan kondisi yang baru. (There is, in other words, "an inner logic to the Christian Bible, which permits it and requires it to be adapted and applied to new situations."). Dalam istilah Paus, Bible adalah “kata-kata Tuhan yang turun melalui komunitas manusia.”
Begitulah kata Paus Benediktus XVI. Sebagai muslim, kita memahami, bahwa konsep Bible itu tentu sangat berbeda dengan al-Quran, yang hingga kini kita yakini sebagai “lafdhan wa ma’nan minallah” (lafadz dan maknanya dari Allah). Meskipun sama-sama keluar dari mulut Rasulullah saw, tetapi sejak awal sudah dibedakan antara al-Quran dengan hadits Nabi.
Akan tetapi, menurut Paus, karena sifat al-Quran yang seperti itu, maka al-Quran tidak dapat diubah dan tidak dapat diaplikasikan. (something dropped out of Heaven, which cannot be adapted or applied). Sifat yang tetap dan tidak berubah dari al-Quran itu, kata Paus, memiliki dampak besar, yakni bahwa Islam adalah agama yang tetap (statis), yang terpaku pada satu teks yang tidak dapat diadaptasikan. (This immutability has vast consequences: it means "Islam is stuck. It's stuck with a text that cannot be adapted).
Daniel Pipes sendiri dalam artikelnya menyatakan kritiknya terhadap pendapat Paus tentang al-Quran tersebut. Al-Quran, kata Pipes, tetap bisa diinterpretasikan, dan penafsiran itu selalu berubah. Al-Quran, sebagaimana Bible, juga memiliki sejarah. Jadi, simpul Pipes, Islam bukanlah statis, fixed, atau beku (stuck), sebagaimana dikatakan Paus, tetapi yang sangat besar diperlukan untuk membuat Islam terus bergerak atau berubah. (As this suggests, Islam is not stuck. But huge efforts are needed to get it moving again)...
Lanjut Baca,
http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/paus-dan-al-quran