Artikel Terbaru (ke-1.591)
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Kita bersyukur, dalam beberapa dekade belakangan ini, gerakan membaca dan menghafal al-Quran berlangsung begitu marak. KH As’ad Umam di Yogya dikenal dengan gerakan baca tulis al-Quran dengan metode Iqra’, lalu di berbagai daerah pun muncul aneka rupa metode baca tulis al-Quran.
Dua dekade terakhir, kita mendapati maraknya gerakan menghafal al-Quran, sampai ke tingkat pelosok-pelosok. Pesantren-pesantren Tahfidz al-Quran bermunculan di mana-mana, sampai-sampai banyak pesantren dan sekolah kesulitan mencari guru Tahfidz al-Quran. Alhamdulillah. Itu satu fenomena kemajuan dakwah yang sangat besar. Ada juga gerakan One Day One Juz (ODOJ) yang menarik minat jutaan anak muda untuk semakin mendekati dan memahami al-Quran. Allahu Akbar!
Al-Quran memang kitab yang dijamin otentisitasnya oleh Allah SWT. Sepanjang sejarahnya, upaya-upaya untuk merusak al-Quran sudah dilakukan oleh berbagai kalangan. Tetapi, semua itu gagal. Al-Quran justru semakin menampakkan bukti-bukti kemukjizatannya.
Berbagai pihak yang menyerang al-Quran, tidak lepas dari cara pandang yang keliru terhadap al-Quran. Mereka terpengaruh dengan cara pandangn Kristen-Yahudi yang menempatkan Bibel sebagai teks. Sedangkan al-Quran adalah ‘bacaan’. Sejak awal, al-Quran sudah dihafal dan ditulis, hingga kini dan nanti.
Kondisi al-Quran seperti itu tidak dijumpai pada kitab lainnya yang tidak mungkin dihafal karena banyaknya keragaman teks-nya. Norman Daniel dalam bukunya, Islam and The West: The Making of an Image, menegaskan: “The Quran has no parallel outside Islam.” Di kalangan Kristen, hanya kelompok fundamentalis saja yang masih mempercayai bahwa Bibel adalah ‘The Word of God/dei verbum’. (Lihat, Hans Kung, "What Is True Religion?" dalam Leonard Swidler (ed), Toward a Universal Theology of Religion, New York: Orbis Book, 1987).
Penulis Kristen, I.J. Satyabudi, dalam bukunya, Kontroversi Nama Allah, (Jakarta: Wacana Press, 2004), mencatat, bahwa penemuan arkeologi biblika sejak tahun 1890 M, sampai 1976 M, telah menghasilkan 5366 temuan naskah-naskah purba kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani yang berasal dari tahun 135 M sampai tahun 1700 M yang terdiri dari 3157 manuskrip yang bervariasi ukurannya; mulai dari yang dari secarik kecil seukuran kartu kredit dari Papirus tahun 135 M sampai dengan manuskrip berisi keseluruhan kitab Perjanjian Baru yang berasal dari Kodek Perkamen tahun 340 M; dan 2209 leksionari yang berisi perikop Perjanjian Baru yang digunakan sebagai bacaan liturgi di Gereja.
Dari 5366 salinan naskah itu, jika diperbandingkan, beberapa sarjana Perjanjian Baru menyebutkan adanya 50.000 perbedaan kata-kata. Bahkan ada beberapa sarjana yang menyebutkan angka 200.000-300.000 perbedaan kata-kata. Jadi, simpul IJ Satyabudi, “Maka, dari ke-3 angka perbedaan kata-kata di atas mana pun yang kita pilih akan tetap menghasilkan sebuah kesimpulan, yaitu sebuah kenyataan bahwa perbedaan kata-kata yang ada dalam ke-5366 naskah-naskah tersebut berkisar antara ½ -- 2 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan 138.162 kata yang ada dalam Kitab Perjanjian Baru itu sendiri.”
Lanjut baca,
PEKERJAAN KITA MASIH BERAT: MEWUJUDKAN AL-QURAN DALAM PRIBADI DAN KEHIDUPAN (adianhusaini.id)