Artikel ke-1.709
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Tentu bukan tanpa alasan, jika para pendiri bangsa kita menyebut kata ADAB dalam sila kedua Pancasila: “Kemanusiaan yang adil dan beradab.” Bangsa kita sudah akrab dengan salah satu istilah kunci dalam Islam ini.
Dalam berbagai tulisannya, Ki Hajar Dewantara menekankan inti sari pendidikan sebagai proses penanaman adab dan kesusilaan. Ia mengecam keras pendidikan model Barat yang hanya menekankan pada aspek intelektualitas. “Mendidik berarti menuntun tumbuhnya budi pekerti dalam hidup anak-anak kita, supaya mereka kelak menjadi manusia berpribadi yang beradab dan bersusila.”
“Pengajaran adab”, menurut Ki Hajar, bermaksud memberi macam-macam pengajaran, agar sewutuhnya jiwa anak terdidik, bersama-sama dengan pendidikan jasmaninya. Karena itu, hakikat “pendidikan” adalah: “menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.” (Lihat, buku Ki Hajar Dewantara: Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, dan Sikap Merdeka (I, Pendidikan), Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa, Yogyakarta: Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, 2013).
Pahlawan Nasional KH Hasyim Asy’ari, dalam kitabnya, Ādabul ’Ālim wal-Muta’allim, mengutip kisah Imam Syafii dalam mengejar adab. Suatu saat, Sang Imam ditanya, bagaimana kiatnya dalam mengejar adab. Apa jawab Sang Imam: ”Aku terus mencari, laksana seorang ibu yang mencari anak satu-satunya yang hilang.”
Renungkanlah secara mendalam kata-kata Imam al-Syafii itu! Dalam kondisi apa pun, seoran Ibu akan mendahulukan usaha mencari anak satu-satunya yang hilang. Pekerjaan lain akan ditinggal. Itu prioritas utama.
Itulah hakikat pendidikan. Sebab, inti pendidikan – menurut Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas – adalah menanamkan adab. ”The fundamental element inherent in the Islamic concept of education is the inculcation of adab,” tulis Prof. Al-Attas.
Bahkan, dalam Kitab-nya tersebut, Kyai Hasyim Asy’ari menekankan: “... faman lā ādaba lahū, lā syarī’ata lahū wa lā īmāna lahū wa lā tawhīda lahū.” (Hasyim Asy’ari, Ādabul Ālim wal-Muta’allim, Jombang: Maktabah Turats Islamiy, 1415 H).
Jadi, tegas Kyai Hasyim Asy’ari, orang yang tidak punya adab, ia tidak bersyariat, tidak beriman, dan tidak bertauhid. Itulah kedudukan penting adab dalam kehidupan. Manusia Indonesia pun dituntut menjadi insan yang adil dan beradab. Begitu kata Pancasila. Maka, pendidikan di Indonesia pun sepatutnya membentuk manusia-manusia beradab. Perguruan Tinggi, khususnya, punya tugas mulia, mencetak sarjana, ilmuwan, atau praktisi beradab.
Kita berharap para capres, pemimpin dan elite bangsa memahami benar-benar masalah adab dan menjadikan agenda penanaman adab sebagai program terpenting pembangunan bangsa. Begitu sentralnya kedudukan adab dalam ajaran Islam, sampai-sampai Ibnul Mubarak, seorang ulama terkenal di masa Tabi’it-Tabi’in, menyebutkan, “dua pertiga porsi ajaran Islam itu adalah adab.”
Lanjut baca,
SEMOGA MASALAH ADAB DISEBUT-SEBUT DALAM PERHELATAN PILPRES 2024 (adianhusaini.id)