Artikel ke-1.314
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Hari ini, Kamis (6/10/2022), saya menghadiri dua acara penting tentang pendidikan. Pagi hari, saya mengisi acara diskusi tentang zakat dan pendidikan. Malam harinya, saya mengisi kajian bulanan di Masjid al-Irsyad Surabaya – secara daring – dengan tema tentang Perjuangan dan Pemikiran HOS Tjokroaminoto dalam bidang pendidikan.
Acara pagi hari diselenggarakan oleh FOZ (Forum Zakat). Temanya: Pengelolaan Beasiswa OPZ menuju Indonesia Emas 2045. Ada beberapa catatan seputar tema tersebut. Pertama, adalah definisi “Indonesia Emas 2045”. Lembaga Zakat perlu merumuskan apa yang dimaksud dengan Indonesia Emas 2045 itu?
Sejauh yang kita pahami dari konsep Indonesia Emas 2045 yang disampaikan oleh sejumlah pejabat tinggi negara, kita pahami, bahwa Indonesia Emas 2045 adalah Indonesia yang sudah masuk kategori “negara maju” dengan pendapatan perkapita Rp 27 juta/orang/bulan. Bagaimana Indonesia bisa keluar dari jebakan negara dengan pendapatan menengah.
Saya mengusulkan, sebagai lembaga penyalur zakat untuk beasiswa pendidikan, maka seyogyanya, konsep Indonesia Emas 2045 adalah negara yang digambarkan dalam al-Quran Surat al-A’raf ayat 96. Yakni, negara yang diberkati Allah SWT karena penduduknya beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Itu pula yang diamanahkan oleh UUD 1945: agar pendidikan nasional melahirkan manusia beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.
Karena itu, sebagai lembaga zakat, maka penyaluran beasiswa pendidikan harus dilakukan dengan tepat, sesuai “asnaf” yang ditentukan dalam QS at-Taubah: 60. Sejumlah ulama saat ini memang memperluas makna asnaf “fi-sabilillah” tidak terbatas pada para pejuang secara fisik, seperti tentara di medan perang.
Jika lembaga zakat menyalurkan beasiswa kepada pelajar, santri, atau mahasiswa, maka sepatutnya penerima beasiswa itu harus diarahkan menjadi pejuang fi-sabilillah. Bukan asal yang bersekolah atau menjalani kuliah. Kecuali, jika pelajar itu masuk kategori fakir miskin.
Intinya, jangan sampai beasiswa uang zakat itu diberikan kepada orang-orang yang akhirnya justru merusak aqidah dan akhlak masyarakat. Di sinilah tanggung jawab pemberi beasiswa zakat itu sangat besar. Adalah sangat berat tanggung jawabnya di akhirat, jika beasiswa zakat itu diberikan kepada para pelajar, santri, atau mahasiswa yang tidak punya niat dan tekad untuk menjadi pejuang di jalan Allah.
Di sinilah saya mengusulkan, agar lembaga penyalur beasiswa zakat perlu memahami benar konsep pendidikan yang benar, sesuai dengan konsep pendidikan Islam yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Pendidikan yang unggul adalah pendidikan yang melahirkan para profesional pejuang dan pejuang profesional. Inilah yang disampaikan oleh Luqman al-Hakim kepada anaknya: Wahai anakku dirikanlah shalat dan tegakkanlah amar ma’ruf nahi munkar… (QS Luqman: 17).
Juga, jangan sampai beasiswa zakat itu diberikan kepada para pelajar atau mahasiswa yang belajar ilmu-ilmu yang salah dan mengarahkan para penerima beasiswa itu agar menjadi manusia yang pintar tetapi membangkang terhadap perintah Allah dan larangan-Nya. Jika itu terjadi, maka sama saja memberikan dana kepada pelaku kemunkaran.
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/zakat-untuk-beasiswa-pendidikan-yang-seperti-apa