Oleh: Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
ALHAMDULILLAH! Hari ini, 10 September 2020, tepat SEPULUH bulan, umur “POJOK-1000-ARTIKEL-PILIHAN”. Pojok artikel pilihan ini diluncurkan tepat di Hari Pahlawan, 10 November 2019, di Kota Bandung.
Selama SEPULUH bulan, alhamdulillah, telah ditulis lebih dari 460 artikel. Ini anugerah Allah SWT yang sangat besar. Tantangan SEPULUH bulan terlewati. Tantangan berikutnya semoga bisa terlampaui pula. Mohon doanya.
Selama 10 bulan ini, sebagian kumpulan artikel pilihan telah diterbitkan menjadi dua buku berjudul: (1) Jangan Kalah Sama Monyet (Yogya: Pro-U Media, 2020), dan (2) Islam dan Pancasila (Depok: YPI at-Taqwa, 2020).
Gagasan Pojok1000ArtikelPilihan ini muncul, ketika seorang anak saya bercerita bahwa ia berlangganan secara online satu Koran nasional dengan biaya Rp 50 ribu sebulan. Saya terpikir, mengapa banyak orang mau berlangganan berita online untuk mendapatkan berbagai informasi. Padahal, tidak semua informasi itu perlu dan bagus untuk dibaca.
Itu berarti berita dianggap penting dan menjadi kebutuhan. Orang mau langganan berita karena merasa butuh. Itu masuk akal. Berita itu kebutuhan. Bukan hanya pecel, soto, atau Rawon. Padahal, patut dicatat, cara memahami berita atau fakta itu lebih penting dari berita itu sendiri.
Suatu “Fakta” dipahami dan ditulis dalam perspektif tertentu oleh sang wartawan, lalu disajikan dengan cara dan perspektif tertentu pula oleh institusi media massa. Berita tidak sama dengan fakta. Berita adalah ‘fakta semu’. Padahal, biasanya, seseorang memahami atau menilai seseorang berdasarkan berita -- yang sejatinya merupakan hasil olahan dari fakta.
Di sinilah diperlukan “pola pikir” atau “worldview” yang benar dalam memahami realitas atau berita, agar tidak sesat atau timpang pikir. Maksudnya, jangan karena hanya baca berita, lalu dengan mudah menyimpulkan bahwa si “A begini”, atau “kondisi masyarakat kita begini”. Bisa jadi, karena salah cara pandang, salah pula kesimpulannya. Berikutnya, akan salah pula dalam mengambil kebijakan.
*****
POJOK-1000-ARTIKEL-PILIHAN, insyaAllah, memberikan manfaat dalam membentuk pola pikir atau worldview yang benar. Dengan itu, kita bisa memahami realitas atau berita secara adil (tidak ekstrim). Ini hal wajib bagi kita, keluarga kita, dosen atau guru-guru kita, karyawan kita, para santri, murid, mahasiswa, atau jamaah kita.
Sebagai praktisi dunia jurnalistik dan pemikiran Islam, saya buat motto begini: “Jangan jejali pikiran kita dengan sampah-sampah informasi yang akan merusak pikiran dan jiwa Anda!” Atau bahasa lain: “Jika kita punya alat yang canggih, (informasi) sampah bisa kita olah jadi berkah!”
Padahal, katanya, sekarang ini kita masuk era ‘post truth’. Ini zaman kekacauan informasi. Kebohongan bisa dijadikan komoditi. Nabi Muhammad saw pernah mengingatkan: “Akan datang satu masa yang penuh dengan tipu daya. Orang jujur tidak dipercaya; sebaliknya pembohong justru dipercaya…”
Setiap hari kita berulangkali berdoa, “Ya Allah, tunjukkan kami jalan yang lurus… Bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai (al-Yahuud) dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat (al-Nashaaraa).”
Era kini, adalah dominasi satu peradaban sekuler-materialis yang dibangun oleh kaum Yahudi-Nasrani. Peradaban Barat modern inilah yang dikatakan Mohammad Asad – seorang cendekiawan Yahudi yang masuk Islam -- memiliki ciri utama “irreligious in its very essence”.
Di era seperti ini, menjaga keselamatan iman bukan perkara mudah. Maknanya, menjaga keimanan adalah hal yang harus diusahakan dengan sungguh-sungguh; bukan dianggap perkara mudah, sehingga bisa dilakukan secara sambilan.
Tidaklah adil, jika ingin sukses masuk kampus yang dianggap favorit, pelajar mau bersusah payah dan mengorbankan biaya ratusan juta bahkan milyaran rupiah, tetapi untuk selamat pikiran, keimanan, dan akhlak, dilakukan dengan rasa enggan da nasal-asalan.
Ambillah kasus opini tentang “ranking universitas” yang masih menjadi rujukan utama para pelajar muslim dalam memilih tujuan pendidikannya. Biasanya, pemerintah atau lembaga ranking mengeluarkan daftar ranking kampus berdasarkan empat indikator: input, proses, output, outcome. Dari semua indikator tersebut, tidak dimasukkan indikator keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia.
Tinggi rendahnya ranking kampus tidak ditentukan, apakah di kampus itu para mahasiswa diarahkan untuk beriman secara benar atau tidak; apakah para dosen dan mahasiswanya menjalankan shalat lima waktu dengan baik atau tidak; berapa persen sivitas akademika yang melaksanakan shalat tahajjud, baca al-Quran secara rutin, berzakat dan berinfak, dan sebagainya.
Tetapi, yang dijadikan indikator utama adalah apakah kampus itu melahirkan orang-orang yang bisa cari makan atau tidak. Tentu saja, memiliki ilmu dan ketrampilan untuk bisa cari makan atau bisa bekerja adalah hal yang baik dan perlu. Tetapi, sesuai dengan namanya “universitas”, tujuan utamanya adalah membentuk manusia yang sempurna, manusia yang universal (al-insan al-kulliy). Yakni, insan beradab atau berakhak mulia.
Beberapa kali dalam artikel saya menulis tentang kerancuan opini yang menyatakan bahwa pendidikan kita jeblok; bahwa pendidikan kita tertinggal 128 tahun dari negara maju, dan sebagainya! Padahal, itu tidak benar ditinjau dari hakikat pendidikan dalam Islam, yang mengutamakan pembentukan manusia yang sempurna. Kata Nabi Muhammad saw: “Akmalul mukminiina iimanan ahsanuhum khuluqaa”. Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya.
Jadi, inilah salah satu misi utama Pojok1000ArtikelPilihan ini diluncurkan: memberikan cara pandang yang adil dalam memahami dan menyikapi realitas masyarakat. Semoga ada manfaatnya.
Akhirul kalam, kepada para pelanggan Pojok1000 Artikel Pilihan, baik perorangan atau lembaga, saya dan tim admin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga kita semua meraih ilmu yang bermanfaat. Dan mohon doanya selalu. Jazaakumullah Khair. (Depok, 10 September 2020).
*********************
Untuk berlangganan Pojok 1000 Artikel Pilihan silakan hubungi Admin: 0858-8293-0492. Biaya Rp 20.000 per bulan.