BUKAN HANYA GURU DAN MURID, KURIKULUM PENDIDIKAN HARUS BERADAB

BUKAN HANYA GURU DAN MURID, KURIKULUM PENDIDIKAN HARUS BERADAB

Artikel Terbaru ke-1.924

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

            Patut disyukuri, dalam dunia pendidikan di Indonesia, masalah adab semakin banyak dibahas dan diupayakan untuk diterapkan. Bahwa, adab perlu didahulukan sebelum ilmu (adab qablal ilmi). Tetapi, yang banyak terjadi, penyusunan kurikulum pendidikan di lembaga pendidikan justru tidak menerapkan konsep adab.

Dalam bukunya, Tinjauan Ringkas Peri Ilmu dan Pandangan Alam, (Pulau Pinang: USM, 2007, hlm. 42-43), Prof. al-Attas menjelaskan makna adab yang dimaksudnya: “Adab, atau amalan, tindakan, dan perbuatan yang betul, itulah yang merupakan  pengakuan yang dimaksudkan. Jadi, pendidikan itu adalah penyerapan adab ke dalam diri. Penjelmaan adab dalam diri-diri persendirian yang membentuk masyarakat sebagai suatu kumpulan membayangkan keadaan keadilan; dan keadilan itu sendiri adalah suatu yang menayangkan hikmah, yang merupakan cahaya nan terbit dari lampu nubuwwat, yang membolehkan si penerimanya mendapat tahu letaknya tempat yang betul dan wajar bagi suatu benda atau kewujudan makhluk.”

            Jadi, adab adalah tindakan yang betul yang merupakan pancaran dari hikmah. Orang yang beradab akan memahami letaknya segala sesuatu yang betul. Sedangkan pendidikan adalah proses penyerapan adab ke dalam diri.

            Rumusan ini sangat indah. Bahwa, pendidikan adalah proses penyerapan adab ke dalam diri. Orang yang semakin tinggi pendidikannya akan semakin sadar siapa dirinya dan bagaimana ia harus menempatkan dirinya dengan dirinya sendiri dan segala sesuatu di luar dirinya.

Ia harus beradab kepada Tuhan, dengan cara tidak menyekutukan Allah dengan apa pun juga. Ia harus beradab kepada Nabi Muhammad saw.  Jangan pernah menyamakan Nabi Muhammad saw dengan manuasia-manusia lain. Apalagi, menganggap dirinya lebih hebat dari Nabi. Itulah kebiadaban kepada Nabi.

            Salah satu aplikasi konsep adab yang penting adalah dalam soal keilmuan. Seorang beradab mengakui derajat dan martabat ilmu yang berbeda. Pendidikan yang beradab adalah yang meletakkan ilmu-ilmu fardhu ‘ain lebih tinggi kedudukannya dibandingkan ilmu fardhu kifayah dan ilmu-ilmu lainnya. Ilmu-ilmu itu harus diletakkan pada tempatnya masing-masing dengan tepat.

            Prof. Naquib al-Attas menulis: “They must be graded according to various levels and priorities. If one classifies the various sciences in relation to their priorities and puts each one of them in its proper place, then that is adab towards knowledge.”

Jadi, agar menjadi manusia beradab, maka seorang muslim wajib memahami derajat-derajat ilmu. Ada ilmu yang fardhu ain. Ada ilmu yang fardhu kifayah. Ada ilmu yang sunnah, mubah, haram. Seorang yang beradab akan mengutamakan kewajiban mencari ilmu yang diwajibkan agar ia dapat menjadi orang baik.

Saat ini yang lazim digunakan adalah penyusunan kurikulum dengan membagi menjadi tiga jenis: intra-kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstra-kurikuler. Pembagian kurikulum semacam itu perlu didasarkan pada adab. Jangan sampai meletakkan ilmu-ilmu yang diwajibkan bagi setiap muslim, ke dalam bagian ekstra-kurikuler.

Lanjut baca,

BUKAN HANYA GURU DAN MURID, KURIKULUM PENDIDIKAN HARUS BERADAB (adianhusaini.id)

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait