DULU, UMAT ISLAM BERANI BERSATU DEMI MENGHADAPI TANTANGAN BERSAMA

DULU, UMAT ISLAM BERANI BERSATU  DEMI MENGHADAPI TANTANGAN BERSAMA

 

Artikel ke-1.434

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

            Ada kisah teladan yang dilakukan oleh para ulama, tokoh, dan pemimpin umat Islam Indonesia di masa penjajahan. Pada tahun 1937, mereka mendirikan satu perkumpulan bersama yang diberi nama Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI).

            Ada sekitar 21 organisasi Islam yang bergabung dengan MIAI hingga tahun 1942, antara lain: Sarekat Islam (SI), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Al-Islam (Solo), Persyarikatan Ulama (Majalengka), Hidayatul Islamiyah (Banyuwangi), Al-Khairiyah (Surabaya), Persatuan Islam (Persis), Al-Irsyad, Jong Islamitien Bond, Al-Ittahadul-Islamiyah (Sukabumi), Partai Islam Indonesia (PII), Partai Arab Indonesia (PAI), Persatuan Ulama Seluruh Aceh (Sigli), Musyawarat At-Thalibin (Kandangan, Kalimantan), Al-Jami’atul Washliyah (Medan), Nurul Islam (Tanjung Pandan Babel), Majelis Ulama Indonesia (Toli-Toli), Persatuan Muslimin Minahassa, Al-Khairiyah (Surabaya), Persatuan Putera Bornes (Surabaya), Persatuan India Putera Indonesia, dan Persatuan Pelajar Indonesia-Malaya di Mesir.

            Tujuan dari MIAI ialah: “untuk membicarakan dan memutuskan soal-soal yang dipandang penting bagi kemaslahatan umat dan agama Islam, yang keputusannya itu harus dipegang teguh dan dilakukan bersama-sama oleh segenap perhimpunan-perhimpunan yang menjadi anggotanya...”.

            Ketik itu sudah muncul perdebatan-perdebatan tentang masalah-masalah keragaman pemahaman keagamaan di kalangan umat Islam. Menurut catatan sejarawan Dr. Tiar A. Bahtiar, di antara tema-tema yang paling banyak diperdebatkan antara lain: perayaan Maulid Nabi Saw., perayaan Isra dan Mi’raj, upacara kematian, talaffuzh bin-niyat, qunut subuh, talqin untuk mayit, pembacaan Yasin untuk mayit, dan semisalnya.

Kritik-kritik terhadap praktik keagamaan kalangan tradisional ini telah sering menimbulkan ketegangan yang tidak perlu. Oleh sebab itu, para pemimpin berbagai organisasi, terutama Muhammadiyah, NU, dan SI berinisiatif mendirikan federasi ini untuk menghimpun kekuatan umat Islam, terutama dalam rangka menghadapi kaum kolonial.

MIAI eksis sampai kedatangan Jepang tahun 1942. Namanya berubah menjadi Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia).  Di majelis inilah para pemimpin umat Islam melanjutkan upaya penggalangan persatuan dan perlawanan terhadap penjajahan.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/dulu,-umat-islam-berani-bersatu--demi-menghadapi-tantangan-bersama

 

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait