Artikel ke-1.348
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Bangsa Indonesia memiliki sejarah kepahlawanan yang panjang. Pasukan terbaik di dunia yang datang ke Surabaya tahun 1945 pun merasakan dahsyatnya perlawanan rakyat semesta. Untaian kata-kata berikut ini perlu lebih disosialisasikan: “Nenek moyangku para pahlawan, pejuang penegak keadilan; bukan hanya di laut, tetapi juga di darat.”
Tahun 1945, kota Surabaya menjadi saksi dahsyatnya semangat jihad rakyat Indonesia. Ultimatum tentara sekutu tidak dipedulikan. Padahal, mereka adalah pemenang Perang Dunia Kedua. Mereka bukan tentara “kaleng-kaleng”.
Dalam bukunya, “Kronik Pertempuran Surabaya”, Ady Setyawan (Yogya: Matapadi Pressindo, 2020), mendokumentasikan berbagai pemberitaan koran asing tentang peristiwa Pertempuran di Surabaya tahun 1945. Koran The Sydney Morning Herald edisi 6 November 1945, menulis berita tentang Pertempuran Surabaya Fase I, yang berlangsung 28-30 Oktober 1945.
“Jika pertempuran berlangsung hingga dua hari lebih lama, maka pasukan Inggris akan tersapu bersih,” tulis koran Australia tersebut.
Juga digambarkan semangat pemuda dalam melawan tentara Sekutu: “Para pemuda bersenjata tampaknya berdatangan dari berbagai penjuru Jawa Timur dan turut bertempur demi kemerdekaan. Di seluruh Jawa terdapat demam hasrat menuntut kemerdekaan. Dengan keinginan tanpa ragu untuk menghabisi siapa pun yang menjadi penghalang.”
Prof. Osman Raliby menceritakan kegigihan kaum perempuan dalam jihad di Kota Surabaya itu: “Dan lebih mengagumkan lagi semangat kaum wanita kita yang melaksanakan kewajiban di garis belakang pertempuran untuk mengantar makanan. Mereka tak kenal takut atau gentar sedikit pun.”
Surat kabar The Cairns Post, 30 Oktober 1945, menulis di halaman utama: “BRITISH POSITIONS IN SURABAYA IN STATE OF SIEGE, HEAVY FIRING BY INDONESIANS, CLASHES MAY RESULT IN SERIOUS CASUALTIES.”
Jadi, menurut koran itu, “Posisi Inggris di Surabaya dalam kondisi terkepung berdasarkan laporan yang sampai kemari. Tembakan terus berlangsung sepanjang malam di sekitar markas utama. Pertempuran pagi ini dikabarkan semakin brutal diiringi bertambahnya jumlah korban. Pasukan Indonesia dengan tank-tank kecil yang dirampas dari Jepang turut serta menyerbu pasukan Inggris. Muncul ketakutan dari markas utama Sekutu di Surabaya terkait sejumpah pos Sekutu yang memiliki pertahanan lemah.”
Ady Setyawan menulis dalam bukunya ini: “Dari sini bisa digambarkan mengapa rakyat Surabaya bisa begitu total menghadapi kepongahan Sekutu, dimana hampir semua elemen rakyat turut melibatkan diri dalam pertempuran. Tak tampak ketakutan dalam raut wajah mereka. Namun secara umum, hal-hal semacam ini justru dituliskan oleh media-media asing itu dengan, “Orang-orang fanatis yang tidak bisa dijelaskan” atau “Kalangan nasionalis Indonesia yang radikal.”
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/fatwa-jihad,-rakyat-nekad,-penjajah-kalap