Artikel ke-1.349
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS Ali Imran: 14).
*****
Islam adalah agama yang adil. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk meninggalkan dunia agar menjadi orang taqwa. Justru, umat Islam diperintahkan menjadi umat yang kuat agar bisa menjalankan amanah dakwah dengan baik. Karena itu, umat Islam diperintahkan untuk menaklukkan dunia, bukan untuk mencintainya, tetapi wajib menggunakan dunia itu untuk kebaikan bersama.
Sejumlah sahabat Nabi Muhammad saw, seperti Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, dan sebagainya – radhiyallaahu ‘anhum – dikenal sebagai orang-orang berharta. Bahkan, sebagian juga dikenal sebagai orang yang sangat kaya dan sekaligus sebagai penguasa, seperti Utsman bin Affan r.a.
Tetapi, para sahabat Nabi itu memberikan teladan, bagaimana meletakkan kekuasaan (tahta) dan harta secara adil. Mereka tetap menjadi manusia-manusia yang sangat tinggi ketaqwaan dan akhlaknya. Mereka bisa dijadikan teladan bagi umat manusia.
Namun tidak dapat dipungkiri, godaan tahta dan harta itu begitu kuat. Kekuasaan adalah hal yang diimpikan oleh manusia. Kadangkala ada orang sudah melimpah hartanya, tetapi tetap berburu tahta, dengan berbagai alasan. Jika tahta dan harta digunakan dengan adil, maka keduanya akan memberikan dampak kebaikan yang besar.
Tetapi, tahta dan harta juga bisa melenakan manusia. Bahkan, tokoh agama pun bisa terjebak untuk mengejar dan menyalahgunakan tahta dan harta. Padahal, para tokoh agama adalah manusia-manusia yang sepatutnya sudah “selesai” urusan dunianya.
Dalam pandangan Islam, para tokoh agama adalah pelanjut perjuangan para nabi. Rasulullah saw diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Beliau memberikan contoh yang nyata, bagaimana tahta dan harta beliau gunakan secara optimal untuk kebaikan.
Jika para tokoh agama gagal menjadi contoh dalam penegakan akhlak mulia, maka musibah besar akan menimpa umat manusia. Sebab, para tokoh agama (ulama) itu ibarat bintang yang menerangi jalan di tengah kegalapan. Manusia akan semakin jauh dari agama, karena tidak menemukan sosok yang bisa dijadikan teladan.
Masyarakat Barat yang menolak campur tangan agama dalam kehidupan pun dipicu oleh perilaku tokoh-tokoh agama mereka yang terjebak dalam kubangan kenikmatan tahta dan harta, ditambah wanita. Inilah yang digambarkan oleh Brenda Ralph Lewis dalam bukunya: “Dark History of the Popes – Vice Murder and Corruption in the Vatican.” (Edisi bahasa Indonesia diterbitkan oleh Kompas-Gramedia, dengan judul: “Sejarah Gelap Para Paus – Kejahatan, Pembunuhan, dan Korupsi di Vatikan”).
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/ketika-tokoh-agama-bergelimang-tahta-dan-harta