Artikel ke-1.683
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Situs https://pskp.kemdikbud.go.id, pernah memuat artikel seorang peneliti berjudul:
“Gen Z Dominan, Apa Maknanya bagi Pendidikan Kita?” Artikel itu ditulis oleh Diyan Nur Rakhmah, seorang analis Kebijakan pada Pusat Penelitian Kebijakan. Disebutkan, bahwa hasil Sensus Penduduk Tahun 2020 yang dirilis Badan Pusat Statistik memberikan gambaran demografi Indonesia yang mengalami banyak perubahan dari sensus sebelumnya.
Sesuai prediksi dan analisis berbagai kalangan, Indonesia tengah berada pada periode yang dinamakan sebagai “Bonus Demografi”. Hasil sensus 2020 menunjukkan komposisi penduduk Indonesia sebagian besar berasal dari Generasi Z/Gen Z (27,94%), yaitu generasi yang lahir pada antara tahun 1997 sampai dengan 2012.
Generasi Milenial yang digadang-gadang menjadi motor pergerakan masyarakat saat ini, jumlahnya berada sedikit di bawah Gen Z, yaitu sebanyak 25,87% dari total penduduk Indonesia. Ini artinya, keberadaan Gen Z memegang peranan penting dan memberikan pengaruh pada perkembangan Indonesia saat ini dan nanti.
Bruce Tulgan dan RainmakerThinking, Inc. dalam artikelnya berjudul “Meet Generation Z: The Second Generation within The Giant Millenial Cohort” -- yang didasarkan pada penelitian longitudinal sepanjang 2003 sampai dengan 2013 -- menemukan lima karakteristik utama Gen Z yang membedakannya dengan generasi sebelumnya.
Pertama, media sosial adalah gambaran tentang masa depan generasi ini. Gen Z merupakan generasi yang tidak pernah mengenal dunia yang benar-benar terasing dari keberadaan orang lain. Media sosial menegasikan bahwa seseorang tidak dapat berbicara dengan siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. Media sosial menjadi jembatan atas keterasingan, karena semua orang dapat terhubung, berkomunikasi, dan berinteraksi.
Kedua, keterhubungan Gen Z dengan orang lain adalah hal yang terpenting. Ketiga, kesenjangan keterampilan dimungkinkan terjadi dalam generasi ini. Ini yang menyebabkan upaya mentransfer keterampilan dari generasi sebelumnya seperti komunikasi interpersonal, budaya kerja, keterampilan teknis dan bepikir kritis, harus intensif dilakukan.
Keempat, kemudahan Gen Z menjelajah dan terkoneksi dengan banyak orang di berbagai tempat secara virtual melalui koneksi internet, menyebabkan pengalaman mereka menjelajah secara geografis, menjadi terbatas. Meskipun begitu, kemudahan mereka terhubung dengan banyak orang dari beragam belahan dunia menyebabkan Gen Z memiliki pola pikir global (global mindset).
Kelima, keterbukaan generasi ini dalam menerima berbagai pandangan dan pola pikir, menyebabkan mereka mudah menerima keragaman dan perbedaan pandangan akan suatu hal. Namun, dampaknya kemudian, Gen Z menjadi sulit mendefinisikan dirinya sendiri. Identitas diri yang terbentuk sering kali berubah berdasarkan pada berbagai hal yang mempengaruhi mereka berpikir dan bersikap terhadap sesuatu.
Tetapi, ditemukan juga, bahwa kedekatan Gen Z dengan teknologi tidak selamanya memberikan keuntungan. Dalam dunia kerja misalnya, O’Connor, Becker, dan Fewste (2018) dalam penelitiannya berjudul Tolerance of Ambiguity at Work Predicts Leadership, Job Performace, and Creativity, menemukan bahwa pekerja yang lebih muda menunjukkan kapasitas yang lebih rendah untuk mengatasi ambiguitas lingkungan dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Gen Z dilahirkan dan dibesarkan dalam pengasuhan yang terlalu protektif di tengah kondisi dunia yang serba tidak menentu.
Lanjut baca,
GENERASI LEMAH, KARENA PENDIDIKAN SALAH (adianhusaini.id)