Artikel ke-1.350
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
BJ Boland, dalam bukunya, The Struggle of Islam in Modern Indonesia, memaparkan data bahwa pada tahun 1960-an, hanya ada 0-15 persen masyarakat Yogyakarta yang melaksanakan shalat. Tahun 1967, hanya 14 persen yang membayar zakat. Dan, di Jawa Tengah, hanya 2 persen yang melaksanakan ibadah puasa. (Dikutip dari Prof. MC Ricklefs, pengantar untuk buku “Bulan Sabit Terbit di Atas Pohon Beringin”, karya Prof. Mitsuo Nakamura, Yogya: Suara Muhammadiyah, 2017).
Prof. Ricklefs sendiri mengungkapkan data, bahwa berbagai survei antara tahun 2006-2012 menunjukkan semakin mendalamnya proses Islamisasi pada masyarakat Jawa. Bahwa, ada 90 persen responden yang mengaku melaksanakan shalat lima waktu dan berpuasa Ramadhan.
Data jemaah haji Indonesia juga menunjukkan kenaikan yang signifikan. Tahun 1950-1958, penduduk Jawa yang naik haji hanya berjumlah 2500-4000 orang, setiap tahun. Bahkan, tahun 1958, jumlah jamaah haji hanya 2037 orang.
Angka ini hanya sedikit berbeda dari jemaah haji tahun 1858 – di masa penjajahan – yang berjumlah 2283 orang. Padahal, jumlah penduduk Pulau Jawa sudah bertambah lima sampai enam kali lipatnya. Tahun 2010, kuota jamaah haji untuk Jawa Tengah sebanyak 29.435 sudah terpenuhi. Bahkan, antrean tahun itu sudah mencapai 80.000 orang.
Sementara itu, Mitsuo Nakamura mencatat, bahwa perkembangan Islamisasi di Jawa itu menyebabkan partai-partai politik pun menampilkan kandidat mereka sebagai orang muslim yang taat. Itu termasuk partai-partai yang disebut partai nasionalis dan bahkan sekuler.
Survei yang dilakukan oleh Balitbang Kemenag menunjukkan, bahwa masyarakat Indonesia semakin religius di masa pandemi. Pada 21 Juni 2021, situs Balitbang Kemenag RI menulis berita berjudul: “Survei Kemenag: Masyarakat Indonesia Semakin Religius di Masa Pandemi.”
Disebutkan, bahwa Pandemi Covid 19 membuat tingkat ketaatan beragama secara umum naik sebesar 81%. Selain itu, 97% responden merasa keyakinan atau keberagamaan secara psikologis membantu dalam menghadapi pandemi dan dampaknya.
Hasil itu didapatkan dari survei Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tentang Urgensi Layanan Keagamaan di Masa Pandemi. Salah satu temuannya terkait meningkatnya religiusitas masyarakat di masa pandemi.
Berdasarkan hasil survei secara daring pada 8-17 Maret 2021, ditemukan, bahwa mayoritas responden merasa semakin relijius (taat beragama) sejak mereka mengalami/menjalani pandemi Covid-19. Nilainya mencapai 81%," kata Kepala Balitbang Diklat Kemenag Achmad Gunaryo saat menjadi narasumber pada Majelis Reboan Diskusi Kebijakan Keagamaan, Rabu (21/7/2021).
Lanjut baca,