Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Salah satu masalah yang terus dihadapi dalam soal kehidupan keagamaan di Indonesia adalah persoalan kebebasan beragama. Sebagai contoh, pada 17 April 2006, Menteri Agama Maftuh Basyuni, didemo oleh sekelompok orang yang menamakan diri “Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan”.
Kepada Menag, mereka menyampaikan sejumlah tuntutan:
- Menyatakan bahwa kebebasan beragama, beribadah dan berkeyakinan adalah hak dasar dan hak konstitusi setiap warga negara RI. Pemerintah dalam hal ini Departemen Agama RI mengakui, menghormati, menghargai, dan menjamin hak kebebasan beragama dan berkeyakinan setiap warga negara secara murni dan tanpa diskriminasi dalam bentuk dan dengan cara apapun juga dengan melayani seluruh kelompok, golongan, agama, keyakinan, dan komunitas dan dengan menetapkan kebijakan yang non-diskriminatif dalam semua aspek kehidupan beragama di seluruh Indonesia.
- Dalam waktu sesingkat-singkatnya mencabut pernyataan Menteri Agama RI yang menetapkan dan menyatakan bahwa komunitas Ahmadiyah adalah suatu ajaran sesat dan menyesatkan dan sesegera mungkin mengambil langkah-langkah untuk memulihkan seluruh hak-hak dasar dan hak-hak konstitusi warga Ahmadiyah dan komunitas lainnya termasuk Komunitas Eden serta kelompok atau keyakinan atau agama lainnya secara sejajar dan setara dengan agama-agama lainnya yang selama ini diakui dan dilayani oleh pemerintah.
Tuntutan kelompok ini kembali memunculkan wacana tentang ‘kebebasan beragama’ yang tak kunjung tuntas di Indonesia. Berbagai kasus keagamaan senantiasa bermunculan, terkait dengan kebebasan beragama, yang secara prinsip dijamin oleh UUD 1945 (pasal 28E dan 29 ayat 2). Kelompok yang mensomasi Menag itu hanya mendasarkan tuntutanya pada prinsip kebebasan mutlak, tanpa melihat aspek realitas Undang-undang dan fakta ajaran serta keyakinan umat beragama yang ada.
Padahal, kebebasan mutlak jelas sesuatu yang naif. Dalam bidang apa pun. Dalam bidang ekonomi misalnya. Setiap warga negara dijamin haknya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Tetapi, bukan berarti setiap orang lalu boleh berjualan apa saja dan di mana saja. Ada aturan yang harus dipenuhi.
Dalam soal keagamaan pun sama saja. Di negara Indonesia, jelas tidak bisa semua umat beragama bebas sebebas-bebasnya menjalankan aturan agamanya. Jutaan kaum Muslim Indonesia meyakini bahwa hukum rajam adalah cara ampuh untuk meredam merebaknya perzinahan; hukum potong tangan adalah cara ampuh meredam kejahatan pencurian; hukum qishas bagi pembunuh adalah lebih baik daripada hukum penjara; Itulah keyakinan jutaan kaum Muslim. Sesuai prinsip kebebasan beragama, apakah lalu kaum Muslim bebas menjalankan keyakinannya itu di Indonesia? Jelas tidak!
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/masalah-kebebasan-beragama-di-indonesia