Artikel Terbaru ke-1.902
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas dikenal luas sebagai ilmuwan besar yang berjasa besar dalam merumuskan problematika umat dan memberikan solusinya. Bukunya, Islam and Secularism menjadi rujukan klasik dalam memahami bahaya sekularisme. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam belasan bahasa.
Tokoh muslim berpengaruh di AS, Syaikh Hamza Yusuf menulis dalam akun media sosialnya, bahwa Prof. Naquib al-Attas adalah pemikir besar yang memberikan pengaruh terbesar pada pemikirannya; khususnya dalam hal memahami krisis yang menimpa umat Islam dan cara untuk mengatasinya: “I have been Muslim now for 42 years, I can say with a great deal of conviction that Syed Naquib al-Attas is probably the greatest influence on my understanding on the crisis in the Muslim world and also, of what needs to be done in order to heal that crisis.”
Dalam buku Islam and Secularism, Prof. al-Attas menyebutkan bahwa konfrontasi antara peradaban Barat dengan peradaban Islam bersifat permanen. Islam dipandang Barat sebagai tantangan terhadap prinsip yang paling asasi dari pandangan hidup Barat. Islam bukan hanya tantangan bagi Kekristenan Barat tetapi juga prinsip-prinsip Aristotellianisme dan epistemologi serta dasar-dasar filosofi yang diwarisi dari pemikiran Greek-Romawi.
Mohammad Natsir pun menyebutkan bahwa tantangan terberat umat Islam adalah paham sekularisme. Ia menyebut paham ini sebagai la-diniyah; paham yang menolak agama. Hampir sepanjang hidupnya, Mohammad Natsir terus-menerus mengingatkan bahaya sekularisme bagi umat Islam dan bangsa Indonesia.
Salah satu tonggak penting dalam perlawanan melawan sekularisme adalah pidato Mohammad Natsir tahun 1957 di Majelis Konstituante. Selain berjuang melawan sekularisme melalui tulisan, Mohammad Natsir juga melakukan perlawanan secara praktis melalui lembaga-lembaga pendidikan yang didirikannya, baik Pendidikan Islam (Pendis) atau pun Sekolah Tinggi Islam yang berdiri pada 8 Juli 1945.
Sementara itu, dalam konferensi pendidikan Islam di Kota Mekkah, 1977, Prof. al-Attas menyampaikan teorinya, bahwa ilmu-ilmu sekular yang diajarkan kepada umat Islam telah menimbulkan dampak terjadinya hilang adab (loss of adab). Solusinya adalah menyelenggarakan pendidikan yang benar (ta’dib), khususnya pada level pendidikan tinggi. Gagasan Prof. al-Attas ini pun sudah diwujudkan di kampus yang didirikannya, yaitu ISTAC (International Institute of Islamic Thought and Civilization), tahun 1987.
Prof. al-Attas menyebut bahwa “adab is coming from hikmah” (wisdom). Adab bukan datang dari universitas atau dari ilmu pengetahuan (knowledge). Jadi, Prof. al-Attas menempatkan pentingnya hikmah sebagai sumber penerapan adab.
Lanjut baca,
MEMAHAMI “HIKMAH” DAN “SEKULARISME” DARI PROF AL-ATTAS DAN M. NATSIR (adianhusaini.id)