MENDUDUKKAN POLITIK DAN DAKWAH DENGAN ADIL

MENDUDUKKAN POLITIK DAN DAKWAH DENGAN ADIL

Artikel Terbaru ke-1.951

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Ketika pemerintah Orde Baru memutuskan untuk tidak menghidupkan kembali Partai Masyumi, maka para tokoh Masyumi mengambil langkah bijak. Mereka tidak berputus asa dan mencaci-maki pemerintah Orde Baru, tetapi mereka bermusyawarah dan mendirikan satu organisasi dakwah – Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) – pada 26 Februari 1967.

Setelah 57 tahun berlalu, kita melihat bagaimana kecerdasan dan kebijakan Mohammad Natsir dan kawan-kawan itu. Pendirian DDII bisa dikatakan  hasil ijtihad yang sangat cerdas dan bijak dalam merespon tantangan dakwah ketika itu.

Ketika Masyumi dilarang untuk dihidupkan kembali dan para tokoh DDII dilarang terjun ke politik kepartaian lagi, maka Pak Natsir dan para tokoh lainnya menyikapi kebijakan pemerintah Orde Baru dengan “dingin” dan berwawasan jauh ke depan. Berbagai tantangan dakwah dihadapi dengan tenang dan bijak, melalui pendirian DDII dan melakukan aktivitas dakwah dalam bidang pendidikan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar.

Sebab, laksana air, dakwah itu terus dibutuhkan oleh umat manusia. Para tokoh dakwah itu terus menjalankan da’wah ilallah dengan cara “al hikmah wal mau’idzatil hasanah dan al mujadalah billati hiya ahsan”.  

Pendiri DDII, Mohammad Natsir, sebagai pemimpin Dewan Dakwah selama 26 tahun (1967-1993) telah meletakkan pondasi yang kuat dan menjadi model utama dalam menjalankan aktivitas dakwah melalui DDII.   Dakwah mencakup semua aspek kehidupan manusia, baik aspek politik, ekonomi, politik, hankam, sosial, budaya dan sebagainya.

Para tokoh itu yakin, bahwa dakwah merupakan aktivitas yang sangat mulia, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS Fushilat: 33: “Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang berdakwah kepada Allah dan beramal shaleh serta berkata, sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim”.

Hingga kini, belum ditemukan notulen musyawarah para tokoh dakwah yang berkumpul di Masjid Munawarah dan kemudian melahirkan DDII tahun 1967 itu. Sebagian catatan menunjukkan, bahwa para tokoh itu menyadari masih banyaknya kelemahan dalam pelaksanaan dakwah di Indonesia, sehingga masyarakat yang memilih partai politik Islam hanya 44 persen dalam Pemilu 1955.

Jumlah itu tidak mencukupi untuk melakukan perubahan secara konstitusional menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang semakin Islami. Karena itulah, dakwah ke tengah masyarakat perlu semakin ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Pak Natsir menggariskan tiga jalur strategis dalam dakwah, yaitu jalur kampus, pesantren, dan masjid.

Selama 26 tahun, melalui pemikiran, keteladanan, serta penggalangan bantuan pendanaan, Pak Natsir terus mengawal perjalanan dakwah sampai akhir hayatnya. Adalah menarik, selama hidupnya Pak Natsir tidak pernah secara formal aktif dalam partai politik yang ketika itu hanya berjumlah tiga, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Perjuangan.

Lanjut baca,

MENDUDUKKAN POLITIK DAN DAKWAH DENGAN ADIL (adianhusaini.id)

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait