Oleh : Dr. Budi Handrianto
(Ketua Bidang Kaderisasi Ulama Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia)
Para pejabat negara yang beragama Islam pasti mengakui bahwa Al-Quran adalah wahyu dari Allah SWT. Al-Quran adalah sumber ilmu dan sumber kebenaran. Al-Quran jelas menyatakan, bahwa kita semua adalah keturunan Nabi Adam as.
Kita bukan keturunan monyet. Kita bukan hasil evolusi monyet. Sebab, ada perbedaan mendasar antara manusia dengan monyet. Lebih penting lagi, kisah penciptaan manusia dalam al-Quran akhirnya tidak diajarkan di sekolah-sekolah. Kisah itu mungkin mereka anggap dogmatis, dan bukan ilmiah.
Inilah kesalahan mendasar dalam memahami ilmu (knowledge). Ilmu bukan hanya yang empiris dan rasional. Tetapi, ilmu juga bersumber pada khabar yang benar (khabar shadiq). Dalam kasus asal-usul manusia Indonesia, khabar yang dari wahyu justru dianggap tidak ilmiah, sedangkan khabar yang berasal dari ilmuwan-ilmuwan antropologi, justru diterima kebenarannya.
Hingga kini, meskipun sudah gonta-ganti menteri pendidikan, materi ajar tentang sejarah manusia yang berasal dari bangsa kera (hominid), masih terus diajarkan di sekolah-sekolah. Mengapa teori semacam ini terus dimunculkan dan diajarkan di sekolah-sekolah kita?
Perlu dicatat, dunia masih didominasi Peradaban Barat. Ilmu yang dikembangkan saat ini bersumber dari paham sekularisme, utilitarianisme dan materialisme. Paham-paham tersebut menolak unsur transenden dalam alam semesta, memisahkan agama dari kehidupan dan nilai yang tidak mutlak atau relatif (Harvey Cox, The Secular City, 1965).
Semenjak Rene Descartes (m. 1650) menyampaikan prinsip cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada) maka rasio menjadi satu-satunya pengetahuan dan satu-satunya kriteria untuk mengukur kebenaran. Rasio menjadi pokok pengetahuan dan ia harus terbebas dari mitos-mitos keagamaan seperti wahyu, Tuhan, credo, nilai dan lain sebagainya.
Barat kemudian menempatkan rasio secara berlebihan. Mereka menolak wahyu sebagai sumber ilmu, termasuk untuk memahami asal-usul manusia. Akibatnya, mereka idak mempunyai pinjakan kuat tentang asal-usul manusia. Pengetahuan mereka tentang ini bersifat spekulatif.
Itu berbeda dengan wahyu yang jelas-jelas menyebutkan bahwa manusia pertama adalah Adam. Mereka pun menyusun suatu teori yang menyebutkan bahwa asal-usul manusia adalah manusia purba. Teori ini “diperkuat” dengan temuan-temuan fosil manusia purba yang berusia jutaan tahun. Maka muncul dan berkembanglah teori evolusi yang menyatakan asal usul manusia sekarang ini adalah manusia kera, kemudian berkembang menjadi manusia purba dan manusia modern.
Dalam pelajaran sejarah Indonesia kita sering mendapat informasi adanya fosil-fosil Homo erectus yang ditemukan di beberapa lokasi di Jawa yang oleh para arkeolog diperkirakan berumur mulai dari 1,7 juta tahun (Sangiran) hingga 50.000 tahun yang lalu (Ngandong). Terdapat kategori dua subspesies berbeda yaitu Homo erectus paleojavanicus yang lebih tua daripada Homo erectus soloensis. Disebutkan bahwa mereka hidup sezaman dengan manusia modern Homo sapiens kurang lebih 50.000 tahun lalu.
Lanjut baca,