Artikel ke-1.340
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini)
Kunjungan hari kedua (1/11/2022) di Kepulauan Riau (Kepri), menguatkan pandangan saya, bahwa provinsi ini menyimpan potensi besar untuk menjadi model kebangkitan peradaban mulia. Hari itu saya mengisi tiga acara: seminar di Universitas Maritim Raja Ali Haji (Umrah), Pengajian Ibu-ibu di Rumah Dinas Gubernur Kepri, dan Dialog dengan pengurus Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia se provinsi Riau.
Ada tiga potensi yang dimiliki provinsi ini sebagai modal dasar kebangkitan peradaban Islam. Pertama, potensi sejarah. Kepulauan Riau pernah menjadi kerajaan Islam yang disegani. Daerah ini pernah memiliki Raja Haji Fisabilillah, seorang raja yang hebat. Pada 1997, Raja Haji Fisabilillah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, melalui Keputusan Presiden RI No. 072/TK/1997.
Raja Haji Fisabilillah meninggal di Kampung Ketapang, Melaka, Malaysia, 18 Juni 1784. Ia dimakamkan di Pulau Penyengat Inderasakti. Raja Haji Fisabililah merupakan adik dari Sultan Selangor pertama, Sultan Salehuddin dan paman sultan Selangor kedua, Sultan Ibrahim. Namanya diabadikan dalam nama bandar udara di Tanjung Pinang, Bandar Udara Internasional Raja Haji Fisabilillah. Salah satu masjid di Selangor, Malaysia, yaitu kota Cyberjaya juga dinamakan Masjid Raja Haji Fisabililah
Raja Haji Fisabililah atau dikenal juga sebagai Raja Haji Marhum Teluk Ketapang adalah (Raja) Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga-Johor-Pahang IV. Ia terkenal dalam melawan pemerintahan Belanda dan berhasil membangun pulau Biram Dewa di sungai Riau Lama. Ia juga dijuluki sebagai Pangeran Sutawijaya (Panembahan Senopati) di Jambi. Sang Raja gugur saat melakukan penyerangan pangkalan maritim Belanda di Teluk Ketapang (Melaka) pada tahun 1784. Jenazahnya dipindahkan dari makam di Melaka (Malaysia) ke Pulau Penyengat oleh Raja Ja'afar (putra mahkotanya pada saat memerintah sebagai Yang Dipertuan Muda). (https://id.wikipedia.org/wiki/Raja_Haji_Fisabilillah).
Ketika mengunjungi salah satu (bekas) Istana keturunan Raja Haji Fisabilillah, di Pulau Penyengat (31/10/2022), saya mendapat penjelasan bahwa Sang Raja merupakan seorang yang taat dalam beragama dan menerapkan syariat Islam secara konsisten. Raja ini adalah sepupu sastrawan Raja Ali Haji, yang merupakan cucu Raja Haji Fisabilillah.
Kedua, potensi khazanah intelektual. Kepulauan Riau dan juga Riau daratan memiliki kekayaan intelektual yang sangat kaya. Banyak ulama yang meninggalkan karya-karya intelektual berkualitas tinggi. Tentu, yang sangat terkenal adalah Gurindam 12, karya Raja Ali Haji.
Provinsi Kepri telah menjadikan Gurindam 12 sebagai khazanah kebanggaan daerah ini. Puisi ini dipajang di berbagai tempat. Di pintu keluar bandara, kita bisa membaca Gunrindam 12. Di komplek Makam Raja Ali Haji, Gurimdam 12 dipahat di dinding marmer. Begitu juga di Auditorium Universitas Maritim Raja Ali Haji, Gurindam 12 pun dipajang di dinding secara lengkap. Saya belum pernah menjumpai puisi sepanjang itu di pajang secara lengkap. Ada juga lokasi yang disebut sebagai “Taman Gurindam”.
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/mewujudkan-peradaban-mulia-di-kepulauan-riau