Moderasi Beragama dalam Pandangan Islam

Moderasi Beragama dalam Pandangan Islam

Artikel Terbaru ke-2.213

Oleh: Bana Fatahillah

(Guru Pesantren At-Taqwa Depok)

 

 

Suatu hari Rasulullah saw didatangi orang yang mengaku berzina. Rasul pun menyuruh untuk diambilkan sebuah cambuk. Ketika dibawakan sebuah cambuk yang agak rusak, beliau berkata: “Berikan yang lebih baik.” Dan ketika dibawakan yang ‘lebih’ dari cambuk sebelumnya, Rasul pun berkata, “Pilihkan yang kurang dari ini”.  Lalu, beliau pun menghukum dengan cambuk yang tidak ‘lebih’ dan tidak juga ‘kurang’.

Sebagai sebuah catatan dari kisah ini, seorang dosen Universitas Al-Azhar, Kairo, Dr. Abdul Shamad Muhanna berkata: “Lihatlah bagaimana Rasulullah dalam memperlakukan orang yang bersalah pun ia tidak melampaui batas. Ia bahkan harus memilih cambuk yang sesuai agar tidak menyakiti pelaku, yang mana tidak ‘kurang’ dan tidak juga ‘berlebihan’… dan praktik ini adalah gambaran kecil dari moderasi yang ada pada ajaran Islam, khususnya dalam ranah syariat atau muamalah sesama manusia.  (Ma’âlim al-Manhaj al-Azhariy: hal. 49).

Moderasi atau yang dikenal dengan istilah wasatiyyah merupakan turunan dari kata wasath yang bermakna nama bagi sesuatu yang berada di antara dua ujung (kutub) dari sesuatu. Al-Madani dalam kitabnya Wasatiyyat al-Islam menyebutkan bahwa “pertengahan sesuatu” adalah bagian terbaik dari suatu hal.

 Seperti halnya pertengahan padang rumput yang lebih baik dari sisi-sisi di sekitarnya, atau seperti pertengahan hewan tunggangan di mana menjadi posisi terbaik bagi kestabilan penunggang dibanding posisi di kedua ujungnya. Dan inilah mengapa kita sering mendegar ungkapan “Sebaik-baik perkara adalah pertengahannnya.”  

Dalam kitab tersebut al-Madani secara implisit mengatakan bahwa moderasi mencakup ke seluruh aspek ajaran Islam dari Akidah, Syariah dan Akhlak. (Lebih lanjut, lihat  Muhammad Al-Madani, Wasatiyyat Al-Islām, Daar Al-Basyir).

Kita bisa menerapkan konsep wasathiyah ini dalam hal sikap beragama kaum muslimin. Ada dua kelompok ekstrim di sini. (1) mereka yang berlebihan dalam mengartikan ‘kebebasan’ sehingga menerobos batasan-batasan yang telah dibuat. Ini adalah kelompok sekuler-liberal yang terpapar pemikiran orietalis Barat. Contohnya, Nashr Hamid Abu Zaid yang mengatakan bahwasanya al-Qur`an adalah produk budaya. (2) kelompok ekstrim yang mudah memvonis kafir saudara muslimnya, sampai memeranginya karena dianggap tidak menjalankan syariat Islam sebagaimana yag diinginkan.          

Untuk kelompok pertama, Islam sangatlah menentang sikap demikian. Dr. Abas Syauman dalam kitabnya Nazarāt fi al-Tajdīd menegaskan bahwa orang-orang model seperti ini  ialah orang yang mempunyai semangat pembaharuan dan reformasi terhadap ajaran Islam namun tidak mengetahui batasan-batasan yang ada.

Melakukan pembaharuan bukan berarti menghancurkan pondasi yang telah dibangun, melainkan membenahi apa yang kurang ataupun mengganti apa yang sudah tidak cocok. Ibarat sebuah rumah, bukan pondasinya yang dihancurkan melainkan cat rumah itu yang diganti.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/moderasi-beragama-dalam-pandangan-islam

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait