PELIHARA YANG BAIK, DAN AMBIL YANG LEBIH BAIK

PELIHARA YANG BAIK, DAN AMBIL YANG LEBIH BAIK

 

(Artikel ke-1.274)

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhuaini.id)

 

Ada yang menuduh bahwa Islam – dan agama-agama lain yang diakui di Indonesia -- adalah agama pendatang. Artinya, ajaran Islam itu bukan produk asli Indonesia. Begitu juga pakaian Islam, seperti jilbab untuk muslimah, dianggap bukan pakaian asli Indonesia. Yang dianggap asli Indonesia adalah pakaian ”kebaya”.

Benarkah anggapan semacam itu? Eka Darmaputera, dalam bukunya, Pancasila: Identitas dan Modernitas (Jakarta: Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia, 1997), menyebut ada tiga lapis budaya di Indonesia, yaitu Indonesia asli, India, dan Islam. Tentang lapis budaya asli Indoenesia, Eka menyimpulkan: “Lapisan asli Indonesia merupakan sesuatu yang amat sulit, bila tidak dapat dikatakan mustahil, untuk dijabarkan dengan lengkap dan pasti. Kesepakatan yang ada ialah, bahwa sebelum datangnya peradaban India ke Indonesia, ia telah mencapai tingkat kebudayaan yang relatif tinggi dan berakar cukup dalam. Secara umum, lapisan ini dapat digambarkan sebagai berikut: dasar peradabannya adalah pertanian (sawah dan ladang); struktur sosialnya adalah desa; kepercayaan agamaniahnya adalah animisme; …”  

Jadi, menurut pendapat ini, kepercayaan asli Indonesia adalah animisme. Lalu, ada yang mengklaim, bahwa Pancasila adalah produk asli Indonesia, karena digali dari bumi Indonesia sendiri. Nilai-nilai Pancasila sudah ada di bumi Indonesia, sebelum datangnya Hindu, Budha, Islam, Kristen, Konghucu, dan lain-lain.

Sebenarnya, upaya untuk mencari yang asli Indonesia tidaklah mudah. Bahkan, patut dipertanyakan, apakah orang Indonesia itu asli hasil penyempurnaan makhluk sejenis kera asli Indonesia (hominid). Atau,  apakah orang Indonesia juga merupakan keturunan Nabi Adam?

Jika manusia Indonesia adalah keturunan Nabi Adam, maka jelas itu bukan asli, karena pendatang. Masalahnya, sejak kapan Indonesia itu ada? Jadi, mendiskusikan sesuatu yang asli Indonesia, tidaklah mudah. Apalagi, kata “asli” itu pun bukan “asli Indonesia”; melainkan kosa kata impor dari bahasa Arab.

Belum lagi bicara tentang sejumlah praktik budaya sebelum kedatangan Islam di Indonesia. Ada sekt-sekte yang memiliki ritual mengorbankan manusia, meminum darah manusia, dan memakan daging mayat manusia. Praktik-praktik semacam ini sudah ditinggalkan oleh masyarakat.

Karena itulah, beberapa tahun sebelum kemerdekaan, sejumlah tokoh dan cendekiawan Indonesia sudah memperdebatkan tentang masalah ini. Pujangga dan filosof Sutan Takdir Alisyahbana (STA), dalam artikelnya yang  bertajuk ”Menuju Masyarakat dan Kebudayaan Baru”, di Majalah Pujangga Baru (1935), mengajak masyarakat untuk meninggalkan zaman prae-Indonesia yang disebutnya sebagai ”zaman jahiliyah Indonesia”.  

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/pelihara-yang-baik,-dan-ambil-yang-lebih-baik

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait