Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Imam al-Ghazali wafat tahun 1111 M.  Beberapa tahun sebelum beliau wafat, umat Islam mengalami tragedi besar. Yakni, jatuhnya Kota Jerusalem ke tangan pasukan Salib Eropa (tahun 1099 M). Ratusan ribu kaum muslimin di Syria dan Palestina dibantai dengan sadis.

Padahal, ratusan tahun sebelumnya, (tahun 636 M), Kota Jerusalem jatuh ke pangkuan Islam di masa kekhalifahan Umar bin Khathab r.a. dalam satu penaklukan yang damai. Dalam bukunya, A History of Jerusalem, Karen Armstrong menyebutnya sebagai “a peaceful conquest”. Sebab, tidak ada pembunuhan penduduknya, tidak ada pemaksaan memeluk agama Islam, tidak ada penghancuran bangunan-bangunan, dan sebagainya. 

Perlakuan kaum muslim itu jauh berbeda dengan perlakuan bangsa Eropa saat menyerbu Kota Jerusalem tahun 1099. Jatuhnya kota Jerusalem dan pembantaian kaum muslimin itu bisa dikatakan tragedi besar pertama setelah tahun 636 M. Ironisnya, di tahun 1099 itu umat Islam sedang berada dalam keunggulan sains dan teknologi; jauh lebih unggul dibandingkan dengan bangsa Eropa.

Khalifah dan Burung Merpati

Mengapa Tragedi Jerusalem bisa terjadi? Padahal, ketika itu umat Islam memiliki kekhalifahan. Hukum yang diberlakukan juga hukum Islam. Dalam buku “Model Kebangkitan Umat Islam” (Depok: Mahdara Publishing, 2019), karya Dr. Majid Irsan al-Kilani, diceritakan tentang kondisi Khilafah ketika itu. 

Kondisi khilafah ketika itu sangat memprihatinkan. Sang Khalifah tidak peduli dengan pembantaian yang menimpa umat Islam. Ia lebih peduli dengan burung merpati kesayangannya ketimbang kondisi rakyatnya.

Diceritakan, seorang sempat membawa karung besar berisi tumpukan tulang belulang manusia, rambut wanita dan anak-anak, lalu menggelarnya di depan penguasa. Ironisnya, Khalifah justru berkata kepada menterinya: “Biarkan aku sibuk dengan urusan yang lebih penting! Merpatiku, si Balqa’, sudah tiga hari menghilang dan aku belum melihatnya.”

Lanjut baca,

http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/al-ghazali-dan-khilafah