ALHAMDULILLAH SETELAH 78 TAHUN MERDEKA, SYARIAT ISLAM TIDAK LAGI DITAKUTI

ALHAMDULILLAH SETELAH 78 TAHUN MERDEKA,  SYARIAT ISLAM TIDAK LAGI DITAKUTI

 

Artikel ke-1.828

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

    Kita patut bersyukur, setelah 78 tahun merdeka, syariat Islam tidak lagi menjadi hal yang menakutkan. Ekonomi syariah telah menjadi program pembangunan nasional. Ada bank syariah, ada wisata halal, ada makanan halal, dan sebagainya. Bahkan, ada juga Dewan Syariah Nasional. Banyak perguruan tinggi membuka jurusan (prodi) Ekonomi Syariah. Walhasil, “syariah” bukan lagi hal yang menakutkan.

  Kita ingat, syariat Islam sempat menjadi momok yang menakutkan. Piagam Jakarta yang memuat Tujuh Kata “Ketuhanan dengan kewajiban syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” ditolak keras. Bahkan ada yang mengultimatum, jika Tujuh Kata itu tidak dicoret, maka mereka tidak mau bergabung dengan Negara Indonesia.

  Upaya Bung Karno untuk meyakinkan, bahwa Piagam Jakarta adalah “hasil kompromi” ditolak juga. Ketika itu, usai penyusunan Piagam Jakarta oleh Panitia Sembilan, Bung Karno berbicara di Sidang BPUPK: "Di dalam preambule itu ternyatalah, seperti saya katakan tempo hari, segenap pokok-pokok pikiran yang mengisi dada sebagian besar daripada anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyosakai. Masuk di dalamnya ke-Tuhanan, dan terutama sekali kewajiban umat Islam untuk menjalankan syariat Islam masuk di dalamnya.’’

Dalam rapat BPUPK tanggal 11 Juli 1945, baik pihak Kristen masih mempersoalkan rumusan Piagam Jakarta itu. Latuharhary dari Maluku, menggugat rumusan Piagam Jakarta. Ia menyatakan, rakyat harus meninggalkan hukum adat yang sudah diterapkannya selama ini, seperti di Minangkabau dan Maluku. Ia mencontohkan pada hak pewarisan tanah di Maluku. Jika syariat Islam diterapkan, maka anak yang tidak beragama Islam tidak mendapatkan warisan. “Jadi, kalimat semacam itu dapat membawa kekacauan yang bukan kecil terhadap adapt istiadat,” kata Latuharhary.

Haji Agus Salim, yang asal Minangkabau,  membantah pernyataan Latuharhary, bahwa Piagam Jakarta akan menimbulkan kekacauan di Minangkabau. Malah dia menegaskan: “Wajib bagi umat Islam menjalankan syariat, biarpun tidak ada Indonesia merdeka, biarpun tidak ada hukum dasar Indonesia, itu adalah satu hak umat Islam yang dipegangnya.”

Menanggapi Latuharhary, Soekarno menyatakan: “Barangkali tidak perlu diulangi bahwa preambule adalah hasil jerih payah untuk menghilangkan perselisihan faham antara golongan-golongan yang dinamakan golongan kebangsaan dan golongan Islam. Jadi, manakala kalimat itu tidak dimasukkan, saya yakin bahwa pihak Islam tidak bisa menerima preambule ini; jadi perselisihan nanti terus.”

KH Wachid Hasjim menegaskan: “Dan jika masih ada yang kurang puas karena seakan-akan terlalu tajam, saya katakan bahwa masih ada yang berpikir sebaliknya, sampai ada yang menanyakan pada saya, apakah dengan ketetapan yang demikian itu orang Islam sudah boleh berjuang menyeburkan jiwanya untuk negara yang kita dirikan ini. Jadi, dengan ini saya minta supaya hal ini jangan diperpanjang.”

Lanjut baca,

ALHAMDULILLAH SETELAH 78 TAHUN MERDEKA, SYARIAT ISLAM TIDAK LAGI DITAKUTI (adianhusaini.id)

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait