CARA BARU MEMAHAMI SEJARAH UNIVERSITAS DI INDONESIA: DARI STI KE STID MOHAMMAD NATSIR

CARA BARU MEMAHAMI SEJARAH UNIVERSITAS DI INDONESIA: DARI STI KE STID MOHAMMAD NATSIR

Artikel ke-1.396

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

            Pada 28-29 Desember 2022, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia menyelenggarakan Rapat Kerja Pengurus Pusat, untuk menyusun program kerja tahun 2023. Menjelang Raker, saat menelaah kembali sejarah perjalanan Dewan Da’wah dan Mohammad Natsir, saya menemukan “cara pandang” baru dalam memahami kiprah Mohammad Natsir dalam bidang pendidikan di Indonesia.

            Tidak diragukan lagi, bahwa Mohammad Natsir adalah salah satu tokoh pendidikan di Indonesia. Sejak lulus SMA Belanda (AMS/Algemene Middelbare School), tahun 1930, Mohammad Natsir langsung terjun sebagai guru. Setelah itu, Natsir memimpin sekolah Pendidikan Islam (Pendis) di Bandung. Ia juga aktif dalam kepanduan dan organisasi pemuda Islam, serta berguru langsung dengan guru-guru hebat, seperti A. Hassan, Haji Agus Salim, dan Syekh Ahmad Soorkati.

            Padahal, setelah lulus AMS, Natsir bisa bekerja sebagai pegawai pemerintah Hindia Belanda, dengan gaji tinggi. Karena berprestasi tinggi di AMS, ia pun mendapat tawaran untuk melanjutkan kuliah ke Perguruan Tinggi, baik di Jakarta atau di Belanda. Tetapi, tawaran itu tidak diambilnya. Padahal, sejak kecil Natsir ingin menjadi seorang ”Meester in de Rechten” (Mr.), satu gelar yang dipandang hebat kala itu. 

            Tahun 1937, Natsir menulis makalah berjudul “Sekolah Tinggi Islam” (STI). Natsir memandang perlunya umat Islam memiliki satu universitas secara formal. Ketika itu, telah ada sejumlah universitas, seperti Technishe Hoge School (THS, Sekolah Tinggi Teknik) Bandung, Rechts Hoge School (RHS, Sekolah Tinggi Hukum) Jakarta, dan Geneeskundige Hoge School (GHS, Sekolah Tinggi Kedokteran) Jakarta. Ketiga universitas itu didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam rangka Politik Balas Budi.

            Dalam buku “Alam Pikiran dan Jejak Perjuangan Prawoto Mangkusasmito” (Jakarta: Kompas, 2014), dikisahkan, bahwa pada akhir tahun 1944, Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) memutuskan untuk mendirikan Perguruan Tinggi Islam dengan nama Sekolah Tinggi Islam. Lalu, dibentuk Panitia Perencana STI yang dipimpin Muhammad Hatta dan sekretaris Mohammad Natsir. Dan pada 8 Juli 1945, STI secara resmi didirikan, dengan rektor pertama KH Abdul Kahar Muzakkir. Tahun 1948, secara formal STI berubah  menjadi Universitas Islam Indonesia (UII).

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/cara-baru-memahami-sejarah-universitas-di-indonesia:-dari-sti-ke-stid-mohammad-natsir

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait