Artikel Terbaru ke-2.108
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Sungguh indah ajaran Islam tentang adab anak kepada orang tua. Ajaran ini berasal dari wahyu; bukan hasil konsensus akal manusia atau budaya. Karena itu, bersifat abadi, lintas zaman dan lintas budaya.
Dalam al-Quran Surat Luqman ayat 14-15 disebutkan: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang engkau tidak punya ilmu tentang itu, janganlah patuhi keduanya, (tetapi) berlakulah kepada mereka di dunia ini dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian, hanya kepada-Ku kamu kembali, lalu Aku beri tahukan kepadamu apa yang biasa kamu kerjakan.”
Syahdan, tahun 1984, ketika baru sekitar sebulan menjalani kuliah di IPB Bogor, saya merasa jenuh. Bertahun-tahun saya belajar IPA, Fisika, Kimia, dan sejenisnya. Nilai saya tinggi, sehingga sekolah mengirimkan rapor saya untuk didaftarkan kuliah ke IPB. Setiap tahun, SMA saya mendapat jatah satu orang untuk kuliah di IPB, melalui jalur Perintis II.
Pada jalur penerimaan mahasiswa baru lainnya, saya diterima kuliah di IKIP Malang, jurusan Pendidikan Fisika. Saya suka ilmu Fisika, sehingga ingin mendalami ilmu tersebut. Hasil istikharah memutuskan saya kuliah ke IPB.
Sejak di SMA saya sudah mulai membaca buku-buku serius tentang agama, sains, sejarah dan filsafat. Salah satunya buku berjudul: Filsafat Ontologi dalam Islam. Buku lain: Tasauf Modern karya Buya Hamka dan sebagainya.
Ketika mondok di Pesantren al-Rosyid Bojonegoro, saya mendengar bahwa ada senior pesantren yang kuliah di Perguruan Tinggi Ilmu al-Quran (PTIQ) Jakarta. Suatu saat, saya bersilaturahim ke kampus tersebut di Lebak Bulus Jakarta. Setelah mendengar apa saja yang dipelajari di situ, saya tertarik, dan memutuskan untuk pindah kuliah dari IPB ke PTIQ.
Maka, saya berkirim surat ke orang tua di kampung. Ternyata, Ibu saya tidak setuju. Beliau ke Jakarta dan meminta saya menemuinya di Jakarta. Saya diminta tetap melanjutkan kuliah di IPB. Seorang famili, yang juga dosen Universitas Indonesia, memberi nasehat agar saya melanjutkan kuliah di IPB. Sang dosen ini dikenal sebagai “orang pintar” (ilmuwan). Keputusan mereka itu saya anggap perintah, dan saya taati, meskipun bukan pilihan saya.
Sang dosen UI itu tidak menyatakan bahwa saya harus kuliah di IPB karena akan berkesempatan mendapatkan pekerjaaan yang baik. Ia menyatakan, bahwa mungkin saja ketika kamu di hutan, pulpen kamu tidak berguna. Tetapi, pulpen itu jangan dibuang, karena bisa jadi akan berguna di waktu dan tempat yang berbeda.
Hikmah mentaati keputusa orang tua dan orang berilmu – alhamdulillah – sangat bermakna. Di Bogor, selama beberapa tahun kemudian, saya sempat aktif di berbagai organisasi Islam intra dan ekstra kampus. Yang terpenting adalah kesempatan bertemu dan berguru dengan sejumlah ulama, intelektual, dan tokoh politik Islam tingkat nasional.
Lanjut baca,