INDONESIA BUKAN NEGARA NETRAL AGAMA

INDONESIA BUKAN NEGARA NETRAL AGAMA

 (Artikel ke-1.276)

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

 

            Secara konstitusional, Indonesia adalah negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Bagi umat Islam, itu artinya, Indonesia adalah negara berdasar atas Tauhid. Setidak-tidaknya, ada enam agama yang diakui di Indonesia. Umat Islam mendapatkan hak khusus dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan diberikan hadiah Kementerian Agama.

            Itu bukan diskriminasi terhadap umat agama lainnya. Tetapi, itu satu bentuk keadilan dan kekhususan. Di negara mana pun, prinsip seperti itu diterima. Di AS dan banyak negara Barat lainnya, mereka enggan mengangkat seorang muslim menjadi menteri. Di AS, umat Islam belum mendapat hak libur Hari Raya sebagaimana kaum Kristen di sana.

            Beberapa hari lalu, ada seorang peneliti sebuah Universitas Islam Negeri, bertanya kepada saya. Bagaimana sikap Anda jika tahun 2024 nanti ada calon presiden RI yang non-muslim? Apakah itu bisa diterima?

            Saya menjawab: “Coba buatlah survei di Bali, dan tanyakan kepada umat Hindu Bali, apakah mereka bisa menerima jika tahun 2024 nanti gubernur Bali adalah seorang muslim?”

            Apakah boleh suatu negara mencampuri urusan agama dan menentukan mana aliran yang benar dan aliran yang salah? Bagi umat Islam, pertanyaan seperti itu adalah aneh. Sebab, setiap muslim, siapa pun dia, pasti memiliki pendangan alam tentang mana benar dan mana salah; mana halal dan mana haram; mana iman dan mana yang kufur; dan sebagainya.

            Negara Vatikan, misalnya, juga memutuskan mana tafsir agama yang benar dan mana tafsir yang salah. Vatikan tidak bersikap netral terhadap paham-paham keagamaan. Umat Islam tidak memiliki lembaga kependetaan dan kenegaraan menjadi satu sebagaimana kaum Katolik.

Tetapi, umat Islam memiliki konsep Ijma’. Nabi Muhammad saw menjamin bahwa umat Islam tidak akan pernah bersepakat dalam kesesatan. Umat Islam memiliki banyak kesepakatan akan kebenaran yang tidak mampu diubah oleh siapa pun sampai Kiamat. Misal, umat Islam yakin, bahwa Nabi Muhammad saw adalah nabi terakhir; bahwa shalat lima waktu adalah wajib; bahwa zina, babi, dan khamr  adalah haram; bahwa haji dilaksanakan di Tanah Suci, bukan di Jawa; bahwa berwudhu harus menggunakan air dan bukan menggunakan oli atau sabun cair; dan sebagainya. 

Karena itulah, bagi umat Islam memang ada yang disebut ajaran-ajaran pokok dan ada yang cabang (furu’iyyah). Sesuai UUD 1945 pasal 29 (2), negara wajib menjamin warganya untuk melaksanakan agamanya. Maka, negara juga berkewajiban melindungi ajaran-ajaran agama itu dari perusakan, penistaan, atau penodaan.

 Dan itulah sebenarnya tujuan terpenting dari UU No.1/PNPS/1965 tentang larangan Penodaan Agama. UU ini asalnya dikeluarkan oleh Bung Karno tahun 1965 dalam bentuk Penetapan Presiden (Penpres). Dengan UU ini pula, berbagai penafsiran subjektif dapat dinilai secara objektif di depan sidang pengadilan. Jika seseorang atau sekelompok orang merasa agamanya dinodai, dia dapat mengajukan gugatannya ke pengadilan. Di situlah hakim akan menilai, apakah pemahaman sebjektif penggugat itu benar atau tidak secara objektif. 

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/indonesia-bukan-negara-netral-agama

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait