JALAN PANJANG  MENJADI YANG TERBAIK, BERPACU DENGAN KAMPUS SEKULER

JALAN PANJANG  MENJADI YANG TERBAIK, BERPACU DENGAN KAMPUS SEKULER

Artikel ke-1492

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Pendiri Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, Mohammad Natsir, merupakan salah satu tokoh kunci dalam pendirian universitas Islam pertama di Indonesia. Sekolah Tinggi Islam (STI), didirikan pada 8 Juli 1945. Ketua panitia pendiriannya: Mohammad Hatta. Sekretarisnya: Mohammad Natsir.

Pendirian STI diputuskan dalam Kongres Umat Islam di Yogyakarta, tahun 1944. Para pejuang kemerdekaan itu begitu visioner. Mereka menyadari, bahwa pendidikan tinggi merupakan arena perjuangan yang berat dalam berhadapan dengan model pendidikan penjajah yang sekuler.

Ketika itu ada tiga universitas milik pemerintah Hindia Belanda: Sekolah Tinggi Hukum, Sekolah Tinggi Kedokteran, dan Sekolah Tinggi Teknik. Sejak awal Mohammad Natsir sudah memilih jalan perjuangan pemikiran, pendidikan, dan politik. Tantangan terberat adalah hegemini paham sekulerisme yang disebut Mohammad Natsir sebagai paham “la-diniyyah”.

Menurut Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir, Dr. Dwi Budiman,  sejak berdirinya, tahun 1967,  Dewan Da’wah sudah melakukan perkaderan dai dan mengirim para dai ke berbagai pelosok Indonesia. Ketika itu, Pesantren Darul Fallah Bogor menjadi tempat perkaderan dai yang integral. Tempat perkaderan lain adalah Masjid Munawarah Tanah Abang, Jakarta.

Pada tahun 1970-an, setelah tokoh Dewan Da’wah keluar dari tahanan Orde Lama, mereka berinisiatif mendirikan Akademi Da’wah dan Bahasa Arab (AKBAR). Ini merupakan  lembaga pendidikan dai selama satu tahun.

AKBAR berlokasi di komplek Dewan Da’wah Jl. Kramat Raya 45, Jakarta dengan menggunakan 3 lokal kelas sebagai sarana pembelajarannya. Materi-materi yang diajarkan antara lain Bahasa Arab, Sirah Nabawiyyah, Ilmu Dakwah, Sejarah Perjuangan Umat Islam Indonesia dan beberapa materi lain.

Ketua Dewan Da’wah, Mohammad Natsir menyerahkan amanat untuk memimpin lembaga pendidikan ini kepada seorang pakar bahasa Arab, Muhammad Yunus. Setelah itu, kepemimpinan AKBAR dilanjutkan oleh Dr. Fuad Fahruddin. Berikutnya, kepemimpinan AKBAR dilanjutkan oleh Basra Lubis hingga berjalan beberapa tahun.

Pada tahun 1987, Dewan Da’wah meningkatkan AKBAR menjadi lembaga pendidikan yang lebih intensif, bernama Lembaga Pendidikan Da’wah Islam (LPDI). Jenjang pendidikan di LPDI berlangsung selama 4 semester atau 2 tahun. Tenaga pengajarnya merupakan para pengajar AKBAR ditambah tokoh-tokoh Dewan Da’wah seperti Mohammad Natsir, Prof. HM Rasjidi, HM. Yunan Nasution dan tokoh-tokoh lainnya.

LPDI cukup menarik animo masyarakat.  Dari ratusan calon mahasiswa dan mahasiswi pendaftar,  hanya diterima sekitar 150 mahasiswa. Para mahasiswanya berasal dari berbagai daerah, juga alumni dari beberapa pondok pesantren dan beberapa ormas, seperti Pesantren Darussalam Gontor, Persis, Muhammadiyah, Al Irsyad, Al Washliyah, Nahdhatul Ulama dan SMA umum. LPDI berjalan cukup lama. Tahun 1999, LPDI berhasil mewisuda lebih dari 100 wisudawan.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/jalan-panjang-menjadi-yang-terbaik,-berpacu-dengan-kampus-sekuler

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait