Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
"Rakyat rusak karena penguasanya rusak; penguasa rusak gara-gara ulama rusak; dan ulama rusak karena terjangkit penyakit cinta dunia." (Imam al-Ghazali)
Mutiara hikmah dari Imam al-Ghazali itu masih sangat relevan untuk direnungkan hingga hingga detik ini. Berbagai fenomena kerusakan masyarakat harus dilihat dari akar masalahnya. Bukan hanya karena kerusakan penguasa, tetapi juga akibat rusaknya ulama dan intelektual.
Dan untuk merusak ulama begitu mudah caranya. Tentu Iblis dan para setan sudah paham benar, bahwa ulama akan rusak jika mereka terjangkit penyakit cinta dunia. Cinta dunia mencakup cinta harta, tahta, wanita, popularitas, dan aneka rupanya. Jika cinta dunia sudah melanda para ulama, maka mereka tak segan-segan menjual agama, demi kepentingan dunia.
Karena itu, jika ulama dan intelektual rusak, maka rusaklah seluruh tatanan dan masyarakat itu sendiri. Imam al-Ghazali (w.1111 M) sudah lama mengingatkan masalah ini. Karena itulah, al-Ghazali menuliskan bab tentang Ilmu di awal Kitab monumentalnya, Ihya' Ulumiddin. Peran penting ilmu dan ulama dibahas secara panjang lebar. Begitu juga dijelaskan bahaya kerusakan ilmu dan ulama jahat (ulama as-su').
Ulama -- hingga saat ini -- merupakan kesinambungan risalah keilmuan, perjuangan dan dakwah di Nusantara yang merupakan amanah dan tanggung jawab bagi kaum intelektual dan ulama dari masa ke masa. Peran ulama sangat ditunggu, mengingat telah terjadi kemerosotan otoritas ulama, perpecahan ulama, dan juga keterbelahan di tengah umat. Ini kondisi yang mengkhawatirkan.
Ulama diamanahi oleh Rasulullah saw sebagai pewaris perjuangan penegakan risalah kenabian. Maknanya, umat Islam wajib mewujudkan adanya ulama-ulama dalam kualitas dan kuantitas yang mencukupi (kifayah).
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/jangan-rusak-ulama-kami