Artikel ke-1.721
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Tiga calon presiden (capres) Indonesia 2024-2029 telah menyampaikan visi-misi dan program mereka di berbagai forum. Semuanya menjanjikan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik dalam berbagai bidang kehidupan. Tapi, sejak saat ini, sudah bisa diprediksi, visi-misi dan program yang bagus itu akan terhambat pada masalah ”bahasa”.
Masalah ”bahasa” yang dimaksud adalah tentang makna kata-kata kunci tentang pembangunan, kemajuan, pendidikan, dan seterusnya. Problem utamanya, konsep-konsep penting itu disimbolkan dengan istilah-istilah kunci yang diberi makna dalam perspektif tertentu yang didominasi cara pandang sekulerisme dan materialisme.
Sebagai contoh adalah konsep ”kemajuan”. Para capres menggunakan indikator kemajuan yang diukur dari PDB dan jumlah pendapatan per kapita. Masalahnya, konsep kemajuan seperti itu juga dirumuskan oleh ilmuwan yang menjadi pendukung masing-masing capres.
Tentu saja kondisi seperti ini dianggap lazim, sebab selama ini, konsep kemajuan bangsa seperti itulah yang diajarkan di sekolah-sekolah atau kampus-kampus kita. Inilah pentingnya kita memahami satu kondisi yang disebut sebagai proses perusakan bahasa.
Saat ini, menurut Prof. Naquib al-Attas, kaum Muslim sedang menghadapi masalah yang sangat berat, yaitu “deislamization of language” (deislamisasi bahasa). Dalam proses ini, menurut Prof. Naquib al-Attas, sejumlah istilah-istilah kunci dalam Kamus Dasar Islam, diubah maknanya dan digantikan dengan istilah-istilah yang memiliki makna yang asing dalam pemahaman Islam. (Prof. SMN al-Attas, The Concept of Education in Islam).
Konsep kemajuan yang ditawarkan oleh para capres, sejauh ini, masih didominasi oleh kemajuan ekonomi. Itu bisa dipahami, sebab para capres tentu mengajukan tawaran program yang mudah dipahami oleh masyarakat.
Karena itu, kita belum mendengar bagaimana program para capres dalam meningkatkan kualitas akhlak bangsa, seperti bagaimana meningkatkan kejujuran, budaya cinta ilmu, budaya kerja keras, budaya zuhud, budaya cinta pengorbanan, dan sebagainya. Bahkan, kita mungkin belum mendengar ada capres yang menawarkan program pemberantasan penyakit cinta dunia dan peningkatan jumlah orang muslim yang melaksanakan shalat subuh berjamaah atau program kaderisasi ulama.
Mungkin program-program seperti itu dianggap kurang menjual. Kita percaya, para capres itu akan melakukan program peningkatan iman taqwa dan akhlak mulia, melalui program pendidikan. Para capres juga menyebut pentingnya akhlak mulia dalam pelaksanaan pembangunan. Semoga program peningkatan akhlak mulia ini dijadikan sebagai program utama mereka.
Lanjut baca,
JANJI DAN PROGRAM PARA CAPRES AKAN TERHAMBAT MASALAH ”BAHASA” (adianhusaini.id)