DDII SARANKAN PROYEK REMPANG DAN KONSEP PEMBANGUNAN DITINJAU ULANG

DDII SARANKAN PROYEK REMPANG  DAN KONSEP PEMBANGUNAN DITINJAU ULANG

 

Artikel ke-1.721

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

            Pada 9 November 2023, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) menyerahkan laporan investigasi tentang Kasus Pulau Rempang kepada MUI Pusat. Pada intinya, laporan itu menyarankan agar proyek Eco City Pulau Rempang ditinjau ulang. Begitu juga dengan konsep pembangunan yang digunakan untuk melaksanakan proyek yang telah memicu terjadinya konflik tersebut.

            Laporan itu langsung diserahkan oleh Ketua Tim Investigasi DDII di Pulau Rempang Ahmad Husein kepada ketua MUI KH M. Cholil Nafis. Pada hari itu, MUI mengundang sejumlah Ormas Islam untuk melakukan dialog dengan pihak pemerintah, termasuk pimpinan BP Batam.

            Diantara isi laporan, DDII mengingatkan kepada pemerintah, bahwa dalam ajaran Islam, dikenal kisah tentang keadilan Islam dalam hal tanah di masa kekhalifahan Umar bin Khattab r.a. Saat itu Gubernur Mesir, Amr bin Ash, tengah membangun masjid untuk perluasan. Dalam prosesnya, pembangunan itu mengharuskan penggusuran rumah seorang Yahudi tua.

            Si Yahudi tidak terima rumahnya dirubuhkan sehingga ia bersusah payah pergi ke Madinah mengadu kepada Umar. Akhir kisah ini adalah kekaguman Yahudi terhadap keadilan Khalifah Umar dan akhirnya, si Yahudi itu memeluk agama Islam. Bahkan, ia kemudian bersedia  menyerahkan tanah dan gubuknya sebagai wakaf.

            Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a, Rasulullah SAW bersabda: "Siapa yang berbuat zalim (dengan mengambil) sejengkal tanah, maka akan dikalungkan di lehernya tujuh lapis bumi."  (Hadis sahih - Muttafaq 'alaih)

            Kisah ini memberi pelajaran bagi para pemimpin, bahwa untuk menetapkan dan menjalankan sebuah kebijakan, ada proses yang harus dilalui dengan bijak. Tinjauan kasus Rempang dari sudut Islam juga sudah disampaikan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), menyitir hasil Muktamar ke-34 NU di Lampung pada 2021.

Persoalan yang dibahas dalam komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi'iyah tersebut membahas persoalan pengambilan tanah rakyat oleh negara. PBNU berpandangan bahwa tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses iqtha' (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka hukum pengambilalihan tanah tersebut oleh pemerintah adalah haram.

            Dalam laporan tersebut, DDII juga menyarankan, agar konsep pembangunan Pulau Rempang perlu dipikirkan kembali. Apakah proyek ini benar-benar lebih menguntungkan rakyat kebanyakan atau tidak. Sebab, Pasal 33 UUD 1945 poin (4) menyebutkan: “Perekonomian nasional diselenggarakan  berdasar  atas demokrasi  ekonomi dengan  prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan  menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”

            Alangkah baiknya jika rakyat juga dilibatkan dalam mengelola kekayaan alam di Pulau Rempang, sebagaimana  amanat Pasal 33 UUD 1945 poin (3) “Bumi  dan  air  dan  kekayaan alam yang terkandung di  dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar­besar kemakmuran rakyat.”

Lanjut baca,

DDII SARANKAN PROYEK REMPANG DAN KONSEP PEMBANGUNAN DITINJAU ULANG (adianhusaini.id)

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait