Artikel Terbaru ke-1.927
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Hingga memasuki bulan ke-9, Tragedi Palestina masih terus berlangsung dan puluhan ribu warga Palestina telah gugur sebagai syuhada. Ratusan ribu bangunan hancur. Di era dominasi media sosial, kebiadaban Zionis Israel disaksikan langsung milyaran mata manusia. Israel tidak dapat bersembunyi lagi dari berbagai kejahatan dan kebiadabannya.
Di tengah-tengah keprihatinan, kejengkelan, dan kemarahan kita terhadap tindakan Zionis Israel, kita dapat mengambil hikmah atau pelajaran berharga dari Tragedi Palestina. Pertama, merosotnya dukungan terhadap Israel. Mayoritas negara dunia, bahkan negara-negara Eropa dan Amerika, tak lagi mendukung Israel.
Lebih dari itu, aksi-aksi protes terhadap Israel terus berlangsung di berbagai kampus besar dunia. Para guru besar dan mahasiswa berani bersuara lantang menentang kezaliman Israel yang didukung oleh pemerintahnya sendiri. Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya, dalam sejarah penjajahan Zionis Yahudi terhadap Palestina.
Kedua, banyaknya orang yang tertarik untuk memeluk agama Islam. Ketinggian akhlak bangsa Palestina telah menarik perhatian banyak umat manusia di dunia. Di tengah-tengah penderitaan yang menimpa mereka, bangsa Palestina tidak mengalami gangguan jiwa, stres, atau bunuh diri.
Bertahun-tahun mereka diboikot, dicekam dalam ketakutan ancaman pembunuhan, tetapi mereka menunjukkan sikap sabar. Bahkan, anak-anak yang kehilangan kedua orang tua dan keluarganya, masih dapat tersenyum dan tanah menerima ujian hidup.
Kondisi seperti ini susah ditemui di negara-negara sekuler yang secara materi berlimpah. Kekayaan dan kemewahan tidak membawa kebahagiaan. Angka konsumsi obat penenang dan alkohol tetap tinggi di tengah masyarakat. Setelah memahami pengaruh iman dan akhlak pada warga Palestina yang mempesona akhlaknya, maka tidak sedikit yang kemudian tertarik untuk mempelajari al-Quran dan agama Islam.
Ketiga, runtuhnya legitimasi Peradaban Barat sebagai pemimpin peradaban. Peradaban Barat – yang selama ini mengusung jargon humanity, human rights – telah kehilangan legitimasi moral untuk memimpin. Kekejaman Israel yang dikecam hampir seluruh negara di dunia, terus didukung oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.
Tragedi Palestina sebenarnya telah berlangsung sejak 1917, sejak kaum Yahudi diberi hak oleh Barat untuk menempati Tanah Palestina. Tahun 1947, Yahudi diberi hak menempati setengah tanah Palestina. Tahun 1967, Yahudi menguasai 100 persen tanah Palesina. Tetapi, PBB tidak mengesahkan pendudukan Israel atas Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem.
Tapi, kesepakatan dan tatanan hukum internasional itu terus dilanggar oleh Israel dengan dukungan Amerika Serikat dan sekutunya. Upaya beberapa presiden Amerika Serikat untuk menyelesaikan kasus ini pun gagal. Ironisnya, tahun 2017, Presiden AS Donald Trump justru memindahkan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Tragedi Gaza dalam sembilan bulan terakhir semakin mempertontonkan ketidakberdayaan Amerika Serikat dalam menyelesaikan Tragedi Palestina. Akibatnya, Amerika Serikat semakin kehilangan kewibawaannya dan mempertontonkan kelemahannya sendiri.
Lanjut baca,
LIMA PELAJARAN BERHARGA DARI TRAGEDI PALESTINA (adianhusaini.id)